TEMPO.CO, Jakarta - Hari yang lain di tengah gelaran Piala Dunia 2018 di Yekaterinburg. Saya baru menyesap sedikit air dari botol minum ketika seorang bocah menghampiri. Anak laki-laki berambut cokelat terang itu ikut duduk di bangku taman di sebelah saya dan menyapa sambil tersenyum, “Hi, how are you today?”
Sejenak, periode menikmati terpaan rintik-rintik air mancur dari kolam taman di pusat Kota Yekaterinburg, Sabtu siang pekan lalu, terputus. Sambil ikutan nyengir, saya membalas sapaannya juga dalam bahasa Inggris.
Artyom, bocah yang mengenakan kemeja lengan panjang dan celana berwarna hitam itu memperkenalkan namanya. Usianya baru 13 belas tahun. Tujuh anak seusianya mengerubungi kami.
Dengan bahasa Inggris yang terbata-bata, dia menjelaskan sedang berjalan-jalan bersama kawan-kawan dan gurunya di taman itu. “Maaf, kalau saya mengganggu. Saya hanya ingin mencoba berbahasa Inggris,” kata dia.
Artyom dan kawan-kawannya rupanya tengah bersantai sembari menunggu giliran tampil di sebuah pentas seni di Sekolah Musik Tchsaikovsky di Jalan Pervomayskiy, tak jauh dari taman. “Kami satu ansambel,” kata Artyom.
Sebagian besar orang Rusia mereka memiliki pengetahuan tentang bahasa Inggris namun tak lancar menggunakannya. Laporan riset Romir yang ditulis laman Russia Beyond menyebutkan 30 persen warga Rusia tahu bahasa Inggris tingkat dasar dan sekitar 3 persen fasih berkomunikasi menggunakannya.
Kehadiran banyak orang asing di Yekaterinburg selama Piala Dunia 2018 dimanfaatkan oleh Artyom dan kawan-kawannya untuk mengasah kemampuan bahasa Inggris mereka. Kehadiran orang asing dalam jumlah besar adalah hal langka di kota ini. Keberanian mereka menyapa orang asing menggunakan bahasa Inggris yang terbatas patut diacungi jempol.
Mereka tampak berusaha mengeja kalimatnya dengan benar. Kerap pula kawan-kawannya mengoreksi ketika ada yang salah berujar. “Kalian hebat mau belajar bahasa Inggris langsung seperti ini,” kata saya dalam bahasa Rusia, yang langsung disambut tawa anak-anak itu.
Artyom lalu merogoh kantong celananya dan mengangsurkan dua koin logam berkilat senilai 10 rubel dan 50 kopek. “Maukah menukarnya dengan koin dari negara Anda? Saya sedang mengoleksi uang asing,” kata dia.
GABRIEL WAHYU TITIYOGA (YEKATEINBURG)