TEMPO.CO, Jakarta - Ribuan orang berdiri memenuhi jalan Repina di depan Stadion Ekaterinburg Arena, salah satu arena pertandingan Piala Dunia 2018. Tatapan mereka mengarah ke layar lebar di bagian atas stadion. Mereka asyik menonton tayangan hiburan menjelang pertandingan antara Senegal dan Jepang, Minggu pekan lalu.
Menonton siaran di layar yang berada pada ketinggian sekitar 35 meter itu jelas tak nyaman. Leher pegal karena harus mendongak. Gambarnya pun terlihat lebih kecil ketimbang tampilan siaran di layar ponsel pintar yang banyak dibawa para penonton.
Toh, warga Yekaterinburg tak terlalu ambil pusing. “Sejak pertandingan pertama, di sini selalu ramai,” kata Anton, warga Yekaterinburg yang datang bersepeda ke stadion itu. “Ini Piala Dunia pertama di sini, dan kami punya stadion keren.”
Yekaterinburg adalah lokasi pertandingan paling timur dari 11 kota penyelenggara Piala Dunia. Berada di kawasan pegunungan Ural, ibu kota Wilayah Sverdlovsk itu terletak sekitar 1.600 kilometer dari Moskow dan dianggap menjadi batas Benua Eropa dan Asia.
Piala Dunia menarik ribuan pengunjung dari berbagai negara ke Yekaterinburg. Kota ini menyelenggarakan empat pertandingan babak penyisihan yang melibatkan tim Mesir, Uruguay, Prancis, Peru, Jepang, Senegal, Meksiko, dan Swiss.
Stadion Ekaterinburg Arena pun unik karena memiliki dua tribun tambahan di bagian belakang gawang. Tribun yang terpisah dari struktur induk stadion itu dibangun agar memenuhi syarat kapasitas sesuai dengan aturan Federasi Sepak Bola Dunia.
Kapasitas stadion itu aslinya hanya 27.015 kursi. Dengan dua tribun tambahan, kapasitasnya menjadi 33.061 kursi. Tribun-tribun ini akan dibongkar setelah Piala Dunia selesai.
Sekitar 32.500 penonton hadir di stadion dalam dua laga antara Prancis-Peru dan Senegal-Jepang. Namun sempat muncul polemik di laga pertama antara Mesir dan Uruguay pada 15 Juni lalu ketika banyak kursi oranye di stadion itu kosong.
Penonton yang hadir di stadion saat itu sekitar 27 ribu orang. Artinya, ada 6.000 kursi yang kosong. Ini keterisian stadion terburuk di Piala Dunia dalam delapan tahun terakhir. Laga antara Paraguay dan Slovakia di Piala Dunia 2010 hanya dihadiri oleh 26.643 penonton.
Di media sosial, protes bermunculan karena masalah kursi kosong tersebut. Tribun premium dekat lapangan yang harganya mahal itu kosong, sementara warga lokal nyaris menghabiskan gaji bulanannya dan mendapat tempat dengan pemandangan buruk. “Dengan tiket 12.600 rubel, temanku dapat kursi di tribun paling atas, dekat atap,” kata Vlad Chekhomov, seperti dilaporkan Reuters. “Mungkin lebih baik dia di luar sekalian.”
Gubernur Wilayah Sverdlovsk, Yevgeny Kuyvashev, mengaku kecewa melihat banyak kursi tak terisi dalam laga itu. “Tapi aku tak punya kendali atau informasi atas hal itu, FIFA yang mengurus soal tiket,” katanya dalam unggahan di akun Instagram-nya.
FIFA menyatakan tak ada masalah pada sistem tiket mereka. Alokasi tiket sebanyak 32.278 lembar pun sudah habis. FIFA menilai banyak faktor yang menyebabkan kursi-kursi arena Piala Dunia itu tak terisi. Salah satunya adalah kemungkinan pemilik tiket tak datang alias no-shows. “Kami terus mengadakan penyelidikan terhadap hal ini,” demikian pernyataan yang dirilis FIFA.
GABRIEL WAHYU TITIYOGA