Para wanita pendamping Wayne Rooney dan kawan-kawan, yang akan berlaga di Afrika Selatan, itu sudah lama terkenal dengan sebutan WAGs. Itu akronim yang dipakai oleh sejumlah tabloid di Inggris untuk mendeskripsikan gaya hidup "the wives and girlfriends" para bintang sepak bola di Inggris. Awalnya WAGs hanya untuk mereka yang terkait dengan pemain yang membela tim nasional Three Lions. Tapi, pada perkembangannya, sebutan itu tidak hanya untuk para belahan hati pemain asli Inggris, tapi juga buat mereka yang menjalin cinta dengan semua bintang yang bermain sepak bola, terutama di Liga Primer Inggris.
Kehidupan selebritas sekarang melekat dengan pertumbuhan industri sepak bola dunia, terutama di Liga Primer, yang kini jadi kompetisi paling tinggi nilai komersialnya dan diincar pemain terbaik dari seluruh dunia untuk bermain di sana. Bahkan kriteria WAGs sekarang sudah melebar. Sang wanita bisa menjadi "anggota" dari kasta bergengsi itu, meski suami, pacar, atau teman tapi mesranya adalah pemain dengan kualitas biasa dan dari divisi di bawah Liga Primer, bila mampu menarik perhatian dengan segala tingkah atau prestasinya,
Akronim WAGs sudah kerap dipakai untuk melukiskan "ingar-bingar" para wanita di seputar pergelaran kompetisi sepak bola Inggris--yang memang punya gairah sangat dahsyat--sebelum putaran final Piala Dunia 2006 di Jerman. Tapi memang dalam pergelaran olahraga terbesar di dunia empat tahun lalu itu kata "WAGs" menjadi umum untuk dipakai.
Tentu saja, di Jerman saat itu WAGs kembali ke akarnya, yaitu tingkah polah para istri dan pacar pemain Inggris. Dengan "pemimpinnya", Victoria Beckham, istri kapten Three Lions saat itu, David Beckham (New Yorker menggambarkan Victoria sebagai Ratu WAGs), dan tangan kanannya, Coleen Rooney, istri Wayne Rooney, WAGs tak cuma menyita perhatian pers Inggris dengan gaya hidup dan aktivitas belanja mereka di seputar Kota Baden-Baden, tempat markas Inggris. Bahkan manajer tim nasional Inggris saat itu, Sven-Goran Eriksson dari Swedia, sudah terkenal doyan berkencan dengan sejumlah wanita, meski yang paling awet dengan Nancy Dell'Olio, wanita pengacara dari Italia.
Banyak yang meyakini kesuksesan Victoria, Coleen, Elen Rives (model Spanyol yang kini sudah putus dengan gelandang Inggris, Frank Lampard, setelah bertunangan dan punya dua anak), dan kawan-kawan menegaskan keberadaan komunitas WAGs di Baden-Baden itulah yang menyebabkan Inggris tersingkir di perempat final Piala Dunia 2006.
Benarkah wanita-wanita selebritas itu yang membuat Beckham dan kawan-kawan tak bisa menjaga konsentrasi pertandingan di Jerman sehingga kalah oleh Portugal lewat adu penalti?
Ada tiga teori buat para pria yang harus bertarung sebulan di putaran final Piala Dunia sejak dulu dan sudah dijalankan. Yang pertama, mereka yang menganut prinsip atletnya harus dijauhkan dari wanita untuk menjaga konsentrasi fisik. Yang kedua, sebaliknya, bercampur dengan istri dan kekasih di dekat-dekat markas akan membuat mereka menghilangkan kejenuhan dan mengembalikan kesegaran bertanding. Terakhir, para istri dan pacar boleh hadir, tapi kunjungan mereka sangat dibatasi. Tapi WAGs di Baden-Baden saat itu fenomenal. Aktivitas mereka mencuri perhatian ketimbang aksi para suami dan pacar mereka.
Di Jerman empat tahun lalu itu, Inggris mungkin kalah karena adanya WAGs atau memang hanya sial kalah dalam adu penalti oleh Portugal. Tapi, yang jelas, Capello 2010 bukan Eriksson 2006. Pria Italia bertampang keras dan kaku itu bukan si wajah manis Eriksson, yang sebelumnya terseret dalam jaringan percintaan oknum pejabat teras Asosiasi Sepak Bola Inggris (FA) dengan salah seorang sekretaris FA, Faria Alam.
Kita melihat sejauh ini "Don" Capello tak membiarkan kehidupan pribadinya jadi santapan lezat pers Inggris. Kita tak biasa dan cepat bisa menyebut istrinya atau teman kencannya sebagaimana kita menderetkan nama wanita Eriksson. Kredonya adalah semua tentang fokus, organisasi, disiplin, konsentrasi, dan integritas. "Piala Dunia adalah segala-galanya," kata Capello kepada Telegraph.
Mungkin ingar-bingar WAGs yang bisa mencuri perhatian sekaligus merusak konsentrasi seperti di Baden-Baden itulah yang hendak dihindari oleh Capello. "Tolong tinggalkan telepon seluler dan WAGs Anda di resepsionis." Itu rekaan tentang apa yang diucapkan Capello sekarang dan jadi istilah terkenal.
Jadi Capello anti-Eriksson. Tapi itu tidak mudah, seperti ketika ia membuat laporan indeks prestasi para pemain Inggris secara berkala yang mendapat banyak tentangan tersebut. Meski begitu, ada beberapa pemain yang bersedia memenuhi tuntutan Capello untuk menomorsekiankan istri dan anak mereka. Salah satunya gelandang Manchester City, Gareth Barry, yang tetap dipanggil ke skuad 30 pemain meski mengalami cedera cukup parah. Barry bersedia meminta istrinya cukup menonton dari televisi di Inggris bila ia kelak terpilih dalam skuad 23 pemain yang bakal dikirim ke Afrika Selatan.
Kabar WAGs akhirnya menyerah untuk absen di Afrika Selatan itu juga cukup mengherankan. Sebab, sebelumnya ada kabar bahwa Capello justru berdamai dengan mereka dan setuju jika mereka mendampingi Rooney dan kawan-kawan selama bermain di Afrika Selatan agar lebih termotivasi.
WAGs mungkin tidak akan melalui "jalur resmi" untuk pergi ke Afrika Selatan. Dan, mungkin di sana mereka masih asing untuk tampil terbuka seperti di Baden-Baden. Tapi masih banyak terbuka jalur lain ke sana karena sejumlah televisi, rumah produksi, dan media lain membutuhkan ketenaran merek mereka di sana lewat berbagai program. Jess Cartner-Morley, yang menulis kolom di The Guardian edisi 12 Mei lalu, mengatakan WAGs di Baden-Baden sudah menjadi penanda identitas budaya tersendiri sebagaimana kaum hippies di festival Woodstock 1969.
Apakah Cheryl Cole (yang perkawinannya dengan bek kiri Inggris, Ashley Cole, di ambang perceraian), Coleen Rooney, Abigal Clancy (kekasih Peter Crouch), Carly Zucker (istri Joe Cole), dan wanita lain di seputar pemain tim Inggris sekarang benar-benar sudah menyerah melawan Capello? Belum pasti. Yang jelas, Ratu WAGs 2006, Victoria, bakal hadir di sana. Sang suami, Beckham, memang tak masuk skuad, tapi Capello menjadikan ia salah satu staf penting di Piala Dunia ini.
PRASETYO