TEMPO Interaktif, Johannesburg - Puluhan wartawan harus berebut tiket dan beradu kekuatan fisik untuk bisa menyaksikan pertandingan Piala Dunia antara Argentina dan Nigeria di Stadion Ellis Park, Sabtu (12/6). Mereka, termasuk Tempo, adalah yang memegang status waiting list dalam daftar peliput pertandingan yang dikeluarkan FIFA. Para wartawan itu pun banyak yang kecewa dengan cara tak profesional yang dilakukan petugas di Media Office.
FIFA, otoritas tertinggi sepak bola dunia, memang menerapkan dua kategori untuk wartawan yang mendaftar untuk meliput suatu pertandingan, yakni yang disetujui dan yang masuk daftar waiting list. Tempo sempat langsung mendapat persetujuan untuk permohonan meliput laga pembuka lalu, tapi untuk laga ini hanya masuk daftar waiting list.
Saat memasuki media center di sekitar Ellis Park pukul 14.00 waktu setempat, saya sempat tercengang saat mengetahui bahwa pendaftaran ulang untuk mereka yang berstatus waiting list sudah tutup. Padahal masih dua jam sebelum laga dimulai dan mereka memasang pengumuman bahwa pendistribusian tiket untuk waiting list akan dilakukan sejam sebelum pertandingan.
Saya pun hanya bisa menyaksikan dengan lesu ketika sejamkemudian tak kurang dari 50 wartawan menyerbu meja tikecting. Saya pikir mereka ini sebelumnya telah berhasil melakukan daftar ulang. Ternyata saya kecele. Banyak mereka yang tak paham seperti saya. Banyak pula dari mereka yang protes sehingga kemudian suasana menjadi gaduh.
Alain Leiblang, petugas media center dari Prancis, hanya sempat melakukan distribusi tiket dengan cara memanggil nama sekitar 10 kali saja. Selanjutnya, karena banyaknya protes ia pun memilih cara gila. Ia mengacungkan tiket di tangannya dan wartawan yang berminat harus antri menuju dirinya yang berdiri di muka pintu.
Maka suasana bar-bar pun terjadi. Wartawan saling desak untuk bisa lebih dahulu sampai ke petugas itu. Keadaan makin kacau saat ada wartawan dari luar --berapa di antaranya membawa tas besar-- hendak masuk dan tersangkut kerumunan di lorong pintu itu.
Tiket akhirnya habis terdistribusikan. Saya beruntung, meski sempat tergencet, bisa mendapatkannya. Rekan wartawan kantor berita asal Indonesia harus gigit jari, bersama puluhan wartawan lainnya. Mereka yang tak kebagian ini kemudian menjadi kian tak puas dan ramai-ramai memprotes Alain.
"Itu cara tak etis. Mengapa harus menggunaan cara pembagian seperti itu sehingga wartawan harus berebut," kata Dajka Balaza, wartawan asal Hungaria. banyak yang menyuarakan protes serupa bahan beberapa membandingkan dengan kerapihan cara kerja panitia pada Piala Dunia sebelumnya.
setelah sesaat menyaksikan protes itu, saya memilih bergegas masuk stadion. Lionel Messi sudah akan segera beraksi.
Nuridin Saleh (Johannesburg)