TEMPO Interaktif, Diam-diam Wilson Roberto Palacios Suazo, 25 tahun, memendam sejumlah harapan. "Mudah-mudahan sukses kami di Afrika Selatan membantu menyatukan Honduras," kata gelandang tengah tim nasional Honduras ini. Maklumlah, republik di Amerika Tengah itu tak hanya melarat, tapi juga sarat dengan aksi-aksi kekerasan di seantero kotanya.
Geng-geng anak muda yang dikenal dengan nama Maras rajin meneror warga. Aksi penculikan dan pembunuhan ibarat sarapan sehari-hari. Adik Wilson, Edwin Rene Palacios, juga tewas di tangan geng 18th Street. Mulanya mereka menculik Edwin seraya meminta uang tebusan sebesar Rp 1,6 miliar.
Penculiknya tahu keluarga Palacios punya banyak duit. Sebab, Wilson Palacios bermain buat klub papan atas Inggris, Tottenham Hotspur, sejak 2009. Apalagi Wilson sudah merumput di Inggris sejak 2007. Ia pernah di Birmingham City dan Wigan Athletic sebelum akhirnya ke Tottenham Hotspur.
Pada Mei 2009, jasad Edwin, 16 tahun, ditemukan polisi di El Paraiso. Alhasil, Wilson Palacios pun mudik ke kampung halamannya di La Ceiba. Sejak itu ia tak lagi balik ke Inggris. Di tengah duka, ia memperkuat skuad Tim Nasional Honduras yang sedang bersiap menghadapi Kualifikasi Piala Dunia 2010 melawan Amerika Serikat dan El Salvador.
Ketika timnya berhasil menaklukkan El Salvador 1-0 dalam babak kualifikasi, dan tatkala Amerika Serikat sukses menggulung Kosta Rika 2-3 di Washington, DC, rakyat Honduras pun bersorak-sorai. Kekalahan Kosta Rika membuat Honduras dipastikan melaju ke Afrika Selatan buat yang kedua kalinya setelah Piala Dunia 1982 di Spanyol.
Saat itulah, kata Palacios, semua rakyat Honduras bersatu. "Mereka melupakan duka dan nestapa," ujarnya. Menurut dia, semua orang yang semula berbeda faham politik tiba-tiba berhenti berkelahi. "Semua berbagi keceriaan," Palacios menambahkan. Honduras, yang diasuh Reinaldo Rueda, berada di Grup H bersama juara Eropa Spanyol, Chile, dan Swiss.
Karena itu, tak berlebihan rasanya jika Palacios berharap negerinya bisa mencapai final Piala Dunia kali ini. "Kami lolos babak kualifikasi saja semuanya serta-merta kalem," ujar Palacios. "Apalagi kalau kami berhasil lolos (ke babak final). Setidaknya kami bisa memberi orang alasan untuk percaya dan berharap kekerasan akan segera berakhir." Viva Los Catrachos!
| TELEGRAPH | ANDREE PRIYANTO