Ini cuma ada di dalam skuad All Whites--julukan kesebelasan Selandia Baru. Di kampungnya, Wellington, Bannatyne adalah manajer pemasaran produsen perlengkapan olahraga Puma. Menjadi kiper sejatinya pekerjaan sambilan baginya. Begitu pula dengan Aaron Clapham dan Andy Barron. Kedua gelandang cadangan itu adalah pegawai bank.
Dari 736 pemain yang hadir di Afrika Selatan, cuma mereka bertiga yang murni berstatus pemain amatir. Yang "tidak murni" namanya Ivan Vicelich, juga pemain dari Negeri Kiwi. Stopper berusia 33 tahun ini berasal dari klub Auckland City yang semiprofesional, tidak profesional penuh. Sebelumnya, Vicelich lama bermain di klub-klub Australia yang profesional.
Pemain Selandia Baru yang lain mayoritas berasal dari klub-klub Liga Inggris, terutama dari divisi bawah, atau Australia. "Saya berharap performa kami di Piala Dunia akan mengubah wajah sepak bola di negeri kami," ujar kapten tim Ryan Nielsen. "Sepak bola bukan olahraga utama di Selandia Baru."
Inilah nasib sepak bola di Aotearoa, negeri berselimut awan putih panjang--istilah suku Maori untuk menyebut Selandia Baru. Masyarakat di negara kepulauan tetangga Australia itu lebih menyukai rugbi, olahraga yang penuh dengan hantam-hantaman badan, atau kriket, warisan kolonial Inggris.
Baru tiga tahun ini asosiasi sepak bola mereka dinamai New Zealand Football, sebelumnya bernama New Zealand Soccer. Namun, dalam pembicaraan sehari-hari, orang Selandia Baru tetap menyebut sepak bola dengan soccer, sama seperti orang Amerika Serikat, negara yang menganaktirikan sepak bola. Padahal mayoritas penduduk dunia menyebutnya football dengan segala turunannya--fusbal, futebol, futbal--juga sepak bola atau bola sepak.
All Blacks--julukan tim nasional rugbi--tak pernah kekurangan atlet hebat. Hasilnya, mereka hampir selalu menembus babak semifinal bila ikut serta Piala Dunia Rugbi. Sebaliknya, tim sepak bola mereka baru dua kali ikut Piala Dunia. Pada kesempatan pertama, Piala Dunia 1982 di Spanyol, All Whites beruntun dihajar Skotlandia, Uni Soviet, dan Brasil.
"Harus saya akui, saya tak mengikuti perkembangan soccer," kata mantan pelatih All Blacks, Laurie Mains. Sosiolog kelahiran Kanada yang tinggal di Selandia Baru, Steve Jackson, berpendapat, "Yang saya tahu, kebanyakan atlet rugbi menganggap soccer kurang (bersifat) laki-laki." Rugbi memang jauh lebih kasar.
Akibatnya, pelatih kesebelasan Selandia Baru, Ricki Herbert, mengandalkan pemain-pemain dari kompetisi kasta rendah di negara lain, plus tiga pemain amatir. Itu berkah bagi Andy Barron. Biasanya dia mengurus klien di banknya, Bank Westpac, Wellington.
Pria berusia 29 tahun ini bermain di Liga Skotlandia dengan memperkuat Team Wellington. Kompetisi domestik di Negeri Kiwi rata-rata cuma dihadiri 10 ribu penonton. Rekan-rekan sekantor Barron tak pernah menonton soccer. Mereka baru menyadari hal itu setelah melihat wajah Barron sekilas-sekilas di televisi seusai All Whites menundukkan Bahrain pada babak playoff untuk meraih tiket ke Afrika Selatan.
Atasan Barron, Kelly Maiden, segera memerintahkan untuk memasang jadwal pertandingan lengkap Piala Dunia di tembok depan kantor mereka. "Kami memiliki pekerjaan rumah sekarang, yaitu belajar soal soccer agar dia (Barron) tak patah semangat gara-gara kami tak mengerti apa yang dia bicarakan (soal sepak bola)."
Latar belakang seperti itulah yang membuat para pemain mereka layaknya orang gila untuk merayakan gol ke gawang Slovakia yang dicetak Winston Reid pada injury time. Seri 1-1 adalah poin pertama Negeri Kiwi di pentas tertinggi dunia soccer. Reid mencopot kaus untuk melakukan selebrasi. Dia tak peduli hukuman kartu kuning yang menanti.
Malam nanti, anak-anak asuhan Herbert bertemu dengan Italia yang 100 persen pemainnya merumput di Seri A--liga sepak bola yang bergelimang uang. Gaji kiper utama Italia, Gianluigi Buffon, di klubnya, Juventus, US$ 10 juta (hampir Rp 91 miliar) per tahun. Jumlah itu lebih besar daripada gaji keseluruhan pemain Selandia Baru di klub mereka selama setahun. Dan gaji pelatih Herbert cuma US$ 50 ribu per tahun, kurang dari 10 persen gaji Marcelo Lippi, pelatih Italia.
Uang tim Italia sungguh jauh dari mimpi Bannatyne, Clapham, atau Barron. Namun lapangan hijau tak mengenal si kaya dan si miskin.
BERBAGAI SUMBER | ANDY MARHAENDRA