TEMPO Interaktif, Kimberley: Striker Uruguay, Diego Forlan, benar-benar menikmati suasana kegembiraan saat berhasil mengantarkan timnya masuk ke perempat final Piala Dunia untuk pertama kali, dalam 40 tahun terakhir. Forlan berhasil membalikkan keadaan dimana sebelumnya ia sempat diragukan bisa tampil baik sebagai penyerang.
Sepanjang Piala Dunia 2010, Forlan sudah mencetak dua gol untuk Paraguay saat menghadapi Afrika Selatan di babak penyisihan grup. Ia pun bisa bekerja sama dengan baik dengan tandemnya di lini depan, Luis Suarez, yang sudah menyarangkan tiga gol. Suarez sendiri memborong gol kemenangan Uruguay 2-1 atas Korea Selatan di babak 16 Besar. Namun ia tak akan berhasil tanpa dibantu Forlan yang kerap mengobrak-abrik lini pertahanan dari sisi kiri.
Mencetak dua dari enam gol Uruguay membuat Forlan menjadi perhatian lawan, terutama Ghana yang akan menjadi lawan di Stadion Soccer City, Senin nanti. Namun Forlan tak ambil pusing. "Aku sangat menikmati sepak bola dan semua yang ada di dalamnya," kata Forlan.
Selain mapan di tim nasional, Forlan juga sukses di klub Spanyol, Atletico Madrid. Striker berusia 31 tahun itu yang mencetak dua gol saat klubnya mengalahkan Fulham untuk menjadi juara Liga Eropa 2010. Itulah satu musim terindah bersama Atletico Madrid yang dibelanya sejak 2007.
Sokongan tim dan peningkatan kualitas permainan membuat Forlan menjadi striker yang disegani di Spanyol dengan mencetak 66 gol dari 102 penampilan bersama Atletico Madrid. Dukungan tim itu pun dia peroleh lagi di tim nasional Uruguay. "Bermain untuk Atletico Madrid sangat memuaskan, tapi tampil di Piala Dunia itu luar biasa," kata Forlan juga sempat ikut pada Piala Dunia 2002.
Sebelum pindah ke Atletico Madrid, Forlan adalah ujung tombak tim Villareal. Forlan, yang masuk Villareal pada 2004, langsung mengantar klub itu masuk ke Liga Champions musim 2004/2005 untuk pertama kalinya. Saat itu Forlan menjadi top scorer Liga Spanyol dengan membuat 25 gol dan bersama Thierry Henry dianugerahi Sepatu Emas di tingkat Eropa.
Forlan sukses besar di Spanyol tapi tidak di Inggris. Pada 2002, Forlan pernah direkrut masuk ke Manchester United. Namun kerasnya persaingan di Liga Primer Inggris membuat Forlan tersisih. Sepanjang dua tahun di MU, Forlan hanya bermain 63 kali, 40 diantaranya sebagai pemain cadangan, dan mencetak 10 gol. Sebuah hasil yang cukup menyedihkan untuk seorang striker.
Di Inggris pula namanya dipelesetkan menjadi "forlorn" yang kurang lebih berarti orang yang tak punya harapan untuk berhasil. Tak mendapat tempat di tim utama membuat Forlan akhirnya hijrah ke Spanyol dan membela Villareal lalu pindah ke Atletico Madrid. "Sebenarnya aku senang di Inggris tapi aku harus pergi karena aku ingin bermain di tim utama dengan pasti. itulah alasan utamaku meninggalkan mereka," kata Forlan.
Pilihan itu tepat. Di sana Forlan mendapatkan keberhasilan dan dipuja fans. Di Spanyol dia mencetak 120 gol dalam 208 pertandingan. Hal ini berhasil menarik minat pelatih Uruguay, Oscar Tabarez, yang membawanya serta ke Afrika Selatan. Ini adalah Piala Dunia kedua Forlan, sama seperti yang dilakukan ayahnya, Pablo, pemain belakang Uruguay, yang pernah ikut Piala Dunia 1966 dan 1974.
Pablo hanya berhasil mencapai perempat final pada 1966 sementara pada Piala Dunia 1974, Uruguay gagal di putaran pertama. Kini peluang Forlan untuk melampaui prestasi ayahnya terbuka lebar. Forlan bakal dikawal habis-habisan oleh lini belakang Ghana. Namun Suarez bisa memecah perhatian lawan sementara para gelandang Uruguay bakal memberikan banyak suplai bola kepadanya.
Forlan kini tak lagi sendirian dan mungkin ia bisa membawa timnya mencapai prestasi terbaiknya melewati hasil semi final yang pernah diraih Uruguay pada Piala Dunia 1954 dan 1970.
REUTERS|FIFA|GABRIEL WAHYU TITIYOGA