Sejak keluar dari bandara, saya sudah mengantongi brosur bertajuk "Panduan untuk Pengunjung Muslim", yang saya peroleh di meja informasi bandara. Dikeluarkan oleh Jamiatul Ulama South Africa, panduan itu memuat daftar masjid dan musala di seluruh Johannesburg, juga daftar restoran halal di kota tersebut.
Dalam panduan itu dijelaskan bahwa sertifikat halal itu dikeluarkan oleh SANHA (South African National Halaal Authority), yang berkedudukan di Durban. Lembaga ini juga memberi sertifikat buat daging yang dijual mentah.
Pemilik restoran Mochacos, yang menjual ayam bakar khas Meksiko, mengatakan proses untuk mendapatkan sertifikat itu tak sulit. Ia mengajukan permohonan, utusan dari lembaga itu kemudian datang memeriksa. Setelah sertifikat keluar, ia harus membayar 400 rand (Rp 480 ribu) setiap bulannya. Sertifikat itu harus diperbarui setiap tahun.
Ada sekitar 70 restoran halal di seluruh Johannesburg, menurut daftar dalam panduan itu. Jenis makanan yang ditawarkannya beragam, dari piza, ayam bakar, burger, hingga seafood.
Yang membuat saya lega, hampir semua restoran itu selalu menyajikan nasi. Biasanya warnanya kuning, tapi rasanya persis seperti nasi putih di Indonesia. Hanya kadang-kadang ada pilihan rasa pedas. Ayam bakar dan ikan goreng yang saya coba juga cocok dengan lidah Indonesia.
Bagi saya, pengalaman ini menarik. Di Afrika Selatan, jumlah warga muslim hanya sekitar 2 juta orang atau hanya 1,5 persen dari total penduduk. Tapi mereka sudah mampu melangkah jauh membentuk jaringan dan sistem yang mendukung keberagamaan mereka.
Nurdin Saleh (Johannesburg)