TEMPO Interaktif, Illinois -Wina, Austria, dua tahun lalu. Tim kesebelasan Jerman hanya perkasa di sektor pertahanan. Kerja sama pemain di lapangan tengah dan aliran bola-bola ke Miroslav Klose di depan seperti seret. Tim nasional Spanyol sebaliknya. Kerja sama antarlini dari para pemain La Furia Roja lebih ciamik.
Luis Amaral, profesor teknik kimia dan biologi di Fakultas Teknik dan Sains Terapan, Northwestern University, Illinois, Amerika Serikat, adalah orang yang memberikan deskripsi atas jalannya pertandingan final Piala Eropa 2008 di atas. Penggila bola ini menjelaskan lewat analisis statistik dan komputasi--seperti yang kental diterapkan pada olahraga bisbol dan basket (di Amerika Serikat)--kenapa Spanyol bisa memenangi pertandingan itu (1-0).
Amaral dan timnya mempelajari pertandingan itu sebagai bagian dari analisis terhadap seluruh 30 data pertandingan Piala Eropa 2008. Mereka merekam setiap umpan, mempelajarinya apakah setiap umpan itu sampai ke pemain yang dituju atau tidak, termasuk apakah setiap umpan itu berujung pada sebuah tendangan ke gawang.
Amaral dibantu di antaranya Jordi Duch, asisten profesor ilmu komputer dan matematika terapan di Universitat Rovira I Virgili, Spanyol, memetakan aliran bola di antara pemain setim. "Kami melihat bagaimana bola bisa mengalir atau dialirkan hingga berakhir pada sebuah tendangan ke gawang," kata Amaral.
Dia menjelaskan, semakin banyak kerja sama yang dijalin oleh satu tim hingga bola bisa diarahkan ke gawang lawan, maka semakin baik tim itu. "Dan semakin sering satu pemain terlibat dalam kerja sama yang apik itu, semakin baik pemain itu," kata Amaral.
Ya, apa yang ingin dicari Amaral sebenarnya adalah perbandingan keapikan kerja sama yang dilakukan oleh setiap tim, dan bagaimana satu pemain individu berkontribusi kepada kekuatan kerja sama timnya.
Temuannya itu, termasuk analisis pertandingan Jerman versus Spanyol, sudah dimuat dalam jurnal PloS ONE, yang diterbitkan Public Library of Science, 16 Juni lalu.
Hasil studi itu menyimpulkan, Sergio Ramos dan Xavi, keduanya pemain Spanyol, sebagai pemain terbaik bersama Piala Eropa 2008. Hasil analisis statistik terhadap seluruh 30 pertandingan itu terbukti dekat dengan pemilihan pemain terbaik yang dilakukan dengan "hanya" berdasarkan opini. Saat itu para wartawan, pelatih, dan pengamat secara subyektif sepakat Xavi sebagai pemain terbaik.
Sekali lagi, hasil analisis itu berdasarkan pertandingan dua tahun lalu, di Piala Eropa pula. Dinihari nanti Spanyol dan Jerman bertemu di perhelatan yang lebih bergengsi, Piala Dunia, sekalipun itu baru babak semifinal. Kondisi performa keduanya hingga babak ini juga berbeda.
Kali ini tim Jerman yang justru tampil lebih meyakinkan. Mereka memang sempat ditekuk Serbia, tapi panser-panser muda inilah yang mengawali turnamen dengan kemenangan besar 4-0 atas Australia dan menyingkirkan dua tim favorit juara, Inggris dan Argentina, dengan skor yang bahkan sama meyakinkannya.
Mengingat pula faktor gol yang dibuat yang memiliki bobot lebih besar dalam analisis yang dibuat Amaral dan timnya, Jerman mestinya bisa membalik hasil dua tahun lalu. Tapi entah kalau ternyata Thomas Mueller ada dalam daftar kandidat pemain terbaik versi statistik itu, yang artinya Mueller berperan penting dalam setiap aliran bola tim Panser ke gawang setiap lawannya. Gelandang serang muda yang telah melesakkan empat gol dan membuat dua assist untuk Jerman ini justru tak bisa bermain dinihari nanti akibat akumulasi kartu kuning.
wuragil | forbes | plosone | nationalgeographic