"Ada semacam ironi bahwa kekuatan Spanyol sekarang, setidaknya sebagian, diturunkan dari Belanda," ujar Ronald Koeman kepada Telegraph, Ahad (11/7). Pemain bertahan ini telah 74 kali membela Belanda, dan merumput di Barcelona, Spanyol antara 1989 dan 1995.
Barcelona memiliki hubungan kuat dengan sepak bola Belanda sejak ditangani pelatih legendaris pencipta Total Football, Rinus Michels, pada 1970-an. Dekade berikutnya, giliran anak kesayangan Michels, Johan Cruyff yang menukangi klub Catalunia itu. Kapitan saat Belanda jadi runner up Piala Dunia 1974 itu digantikan meneer-meneer lain: Louis van Gaal dan Frank Rijkaard.
"Barcelona mengadaptasi pelatihan pemain muda Ajax Asterdam dan pola 4-3-3 yang jadi pakem Belanda," kata Koeman, 47 tahun. Produk akademi Barcelona kini jadi tulang punggung Tim Matador di Afrika Selatan. Mereka adalah Carles Puyol, Gerard Pique, Xavi, Sergio Busquets, Andres Iniesta, dan Pedro Rodriguez. Jumlahnya bisa jadi tujuh jika ditambah David Villa, yang bergabung dengan La Blaugrana usai Piala Dunia 2010.
Di Camp Nou, markas Barca, mereka bermain dibawah komando pelatih Pep Guardiola, yang ditunjuk menggantikan Meneer Rijkaard. Meski Spanyol tulen, Pep akrab dengan gaya Belanda. Dia bermain bersama Koeman dibawah komando pelatih Cruyff. "Guardiola adalah sahabat saya," kata Koeman,"saya tahu benar dia terobsesi dengan sekolah sepak bola Ajax."
Ajax Amsterdam adalah klub raksasa Belanda. Terdapat tiga pemain mereka di skuad oranye saat ini, yaitu kiper Maarten Stekelenburg, bek kanan Gregory van der Wiel, dan gelandang Demi de Zeeuw. Jumlahnya bisa berlipat ganda jika alumni juga disertrakan, seperti Ryan Babel, Eljero Elia, Rafael van der vaart, Nigel de Jong, Klaas Jan Hunterlaar dan Wesley Sneijder.
Koeman menilai Spanyol lebih kuat. Saking penuhnya pemain berbakat di skuad La Furia Roja, katanya, bintang sekaliber Cesc Fabregas terpaksa jadi cadangan. "Tim Bert van Marwijk harus berada di kondisi puncak untuk bisa menyulitkan Spanyol," ujarnya.
Kekuatan Oranye, dia melanjutkan, terletak di pengatur serangan Wesley Sneijder. Koeman pula lah yang memberi kesempatannya bermain di tim senior Ajax, delapan tahun lalu. Saat itu Sneijder yang baru 18 tahun bermain penuh percaya diri, layaknya pemain yang sudah tiga tahun merumput di level tertinggi. "Hal seperti itulah yang kami dapat dari anak-anak Akademi Ajax," kata pelatih Ajax 2001-2005 itu, bangga.
Namun Koeman menyadari, sepak bola bukan permainan individual. Kekuatan utama Belanda terletak pada kolektivitas permainan. "Semua pemain mengutamakan kepentingan bersama," ujarnya, "mereka boleh saja tidak bermain fantastis, namun selalu mendapat hasil terbaik."
Itulah sebabnya, Belanda sekarang tidak bertabur bintang layaknya skuad terdahulu. Saat mereka menyabet Piala Eropa 1988, oranye diperkuat trio maut: Frank Rijkaard, Ruud Gullit, dan Marco van Basten. Tidak pula ada nama sekaliber Johan Cruyff yang membawa mereka ke runner up Piala Dunia 1974. "Tapi tim ini memiliki kebersamaan yang kuat dan pemain saling percaya," kata Koeman.
TELEGRAPH | REZA M