TEMPO.CO - Tetangga saya yang gila bola dan yang setengah gila bola berdebat seru tentang Piala Dunia. Awalnya, mereka adu mulut menyangkut keputusan wasit Yuichi Nishimura memberi penalti untuk Brasil saat melawan Kroasia. Setelah lelah membicarakan aksi kontroversial wasit asal Jepang itu, topik debat segera berpindah gunjingan.
Tetangga yang setengah gila bola tiba-tiba menyoal PSSI yang tak sungguh-sungguh mencari 11 orang yang cakap menendang bola, seperti orang-orang Brasil, Italia, Inggris, Prancis, Spanyol, dan Jerman. “Tim nasional kita tak punya prestasi, sehingga sulit lolos ke Piala Dunia,” kata tetangga itu sambil menyebutkan sejumlah lembaga yang dianggap bertanggung jawab.
Indonesia memang tak pernah ikut Piala Dunia, walaupun tercatat sebagai peserta pada 1938. Tim Indonesia ketika itu masih bernama Hindia Belanda, satu-satunya wakil Asia di Piala Dunia yang berlangsung di Prancis. Ikhtiar PSSI mengirim tim nasional ke kejuaraan empat tahunan terus kandas di tingkat zona Asia.
Saya teringat akan Timo Scheunemann, yang beberapa tahun lalu melontarkan gagasan menggoda. Mantan Kepala Bidang Pembinaan Pemain Usia Dini PSSI itu mengatakan, apabila tim nasional ingin tampil dalam perhelatan olahraga paling banyak ditonton penduduk bumi, Indonesia mesti pindah zona.
Dalam catatan FIFA, Indonesia saat ini menempati ranking ke-168 dunia atau peringkat ke-34 zona Asia. Saran Timo, kalau mau mencari gampang menembus Piala Dunia, Indonesia mesti keluar lebih dulu dari zona Asia, kemudian hijrah ke zona Oseania.
Di Oseania, Indonesia akan berkelompok dengan negara-negara kecil di sekitar Samudra Pasifik. Ini akan memberi peluang terbuka bagi Indonesia menjadi juara. Di kawasan ini, Indonesia hanya akan bertemu dengan negara-negara yang tim kesebelasannya tergolong “ecek-ecek”.
Ranking Indonesia pun bisa langsung terkerek di peringkat kelima setelah Selandia Baru (55), Kaledonia Baru (97), Tahiti (154), dan Kepulauan Solomon (162). Hal ini bisa terjadi karena jumlah negara di Oseania lebih sedikit ketimbang di Asia (11 berbanding 46 negara).
Sebagian kalangan menganggap ide Timo sekadar gurauan atau ejekan. Faktanya, tim sepak bola di Oseania tak sebagus di Asia. Indonesia bakal makin terpuruk dalam bidang olahraga karena berkompetisi dengan lawan tak bermutu. Tapi ada yang berpandangan sebaliknya. Tim nasional ada kemungkinan akan tergerak untuk bangkit setelah sering menjadi juara di kawasan itu.
Pindah zona tidak selalu buruk. Australia membuktikan itu. Pada 2006, Negeri Kanguru memutuskan hengkang dari zona Oseania ke zona Asia. Perpindahan itu dilakukan setelah Australia merasakan, selama menjadi bagian dari OFC (Konfederasi Sepak Bola Oseania), prestasi tim nasionalnya mandek.
Australia nyaris selalu menang setiap kali bertanding. Ketika bertarung pada kualifikasi Piala Dunia 2002, Australia membantai tim Samoa Amerika dengan skor 31-0. Laga yang dipimpin wasit Ronan Leaustic asal Tahiti pada 11 April 2001 itu memecahkan rekor skor terbanyak.
Selama pertandingan, ada menit-menit di mana tim nasional Samoa Amerika tak sedetik pun menyentuh bola. Dua hari sebelum menghajar Samoa Amerika, Australia menggilas Tonga dengan skor 22-0.
Selandia Baru tampaknya sedang mengikuti jejak Australia. Ricki Herbert, pelatih tim kesebelasan Negeri Kiwi, menyatakan ingin anak asuhannya menemukan lawan tangguh di Asia. Herbert berharap kesebelasannya bisa menantang Jepang, Korea Selatan, Iran, serta Australia, yang sekarang berlaga di Brasil.
Zona Oseania memang dianggap paling lemah dari enam konfederasi sepak bola di bawah FIFA. Saran Timo memang tidak wajib dituruti. Namun ide itu bisa dimaknai sebagai pelecut PSSI dalam menata tim nasional menjadi kesebelasan kuat. Target kapan Indonesia tampil di Piala Dunia seperti yang digunjingkan tetangga saya bisa segera terbayang.
Elik Susanto
Wartawan Tempo