TEMPO.CO, Jakarta - Tiga remaja berkostum putih ikut masuk ke lapangan bersama tim-tim peserta Piala Dunia pada acara pembukaan di stadion Corinthians Arena, 12 Juni 2014. Mereka lalu melepas merpati sebagai simbol perdamaian. Satu hal yang luput dari perhatian dan tidak disiarkan televisi adalah ketika satu dari tiga remaja itu membentangkan secarik kain merah berisi protes terhadap pemerintah Brasil seraya berjalan meninggalkan lapangan.
Tak ada yang tahu apa isi kain yang dibentangkan Werá Jeguaka Mirim hingga foto-fotonya menyebar di internet. Remaja berusia 13 tahun itu membentangkan kain merah bertuliskan "Demarcação" sebagai aksi protes untuk membela hak perlindungan tanah penduduk asli. Mirim yang berasal dari suku Guarani di desa Krukutu di wilayah Parelheiros menyembunyikan kain merah itu di dalam celananya. Dia tampaknya tak peduli dengan larangan Federasi Sepak Bola Internasional yang melarang pesan berbau politis dalam pertandingan.
Mirim sengaja membentangkan kainnya ke arah tempat duduk Presiden Brasil Dilma Rousseff usai menjalankan tugasnya.Menurut Mirim, dia tidak diijinkan masuk dengan membawa kain itu. Dia akhirnya menyelundupkan kain itu ke dalam stadion dengan memasukkannya ke dalam celana demi warga di kampungnya. "Aku mengeluarkannya ketika sudah di tengah lapangan supaya seluruh dunia melihatnya," kata Mirim. "Aku ingin Presiden Dilma membaca dan memahaminya."
Ayah Mirim, Oliver Jekupe, mengaku tak tahu tentang aksi protes yang dilakukan putranya. Menurut Jekupe seperti ditulis situs G1, komunitas masyarakat asli tak menentang penyelenggaraan Piala Dunia. Protes itu muncul karena ketidakadilan yang dialami masyarakat asli Brasil. Foto-foto Mirim diunggah di laman Facebook milik Comissão Guarani Yvyrupa, kelompok yang mewakili masyarakat asli memperjuangkan hak tanah mereka.
Proses pemberian batas dan perlindungan tanah adat di Brasil saat ini tersendat. Para pemimpin masyarakat adat menuduh pemerintahan Rousseff gagal melindungi tanah mereka dan lebih mementingkan kebijakan untuk membangun pertanian dalam skala besar. Isu ini menyulut aksi protes dalam beberapa pekan terakhir, termasuk keributan di Brasilia pada akhir bulan lalu. Saat itu para kepala suku yang mengenakan pakaian adat menembakan panah ke barisan polisi. Aksi mereka dibubarkan dengan tembakan gas air mata.
Di Brasil ada sekitar 0,3 persen warga asli dari total populasi negeri itu yang mencapai 200 juta jiwa.
NDTV | HUFFINGTON POST | GABRIEL WAHYU TITIYOGA