TEMPO.CO, Rio de Janeiro -- Stadion Maracana mengukuhkan diri sebagai kuburan bagi harapan besar. Setelah jadi panggung kematian Brasil di final Piala Dunia 1950, gelanggang berkapasitas 80 ribu itu menjadi saksi berakhirnya masa kejayaan Spanyol.
Tim juara bertahan itu, yang juga juara Piala Eropa dalam dua penyelenggaraan terakhir, kalah 0-2 oleh Cile. Kekalahan itu dipastikan oleh gol Eduardo Vargas pada menit ke-20 dan Charles Aranguiz dua menit sebelum jeda.
Begitu pertandingan berakhir, berakhir pula harapan Spanyol. Iker Casillas, kiper dan kapten yang mengangkat trofi Piala Dunia sebelumnya dan di Piala Eropa 2012 di Ukraina, hanya bisa menatap kosong ke papan skor. Diego Costa, penyerang yang mereka bajak dari Brasil, mandul dalam dua pertandingan. Xavi, roh serangan tim, tertunduk di bangku cadangan.
"Begini jadinya ketika tidak bermain bagus di Piala Dunia," kata Casillas, 33 tahun. Sabtu lalu, tim yang datang sebagai favorit juara itu takluk 1-5 oleh Belanda. Artinya, pertandingan terakhir di Grup B melawan Australia pada Selasa nanti tidak berarti apa-apa selain tiket keluar dari Brasil. "Inilah sepak bola. Tidak ada yang bisa menebak hasilnya," ujarnya.
La Furia Roja—julukan tim Spanyol yang berarti tim Merah Darah—telah mengantisipasi Cile yang mengandalkan kecepatan. Sejak 1998, mereka empat kali bertemu dan selalu membuat Casillas cs kerepotan meski tidak pernah kalah. Terakhir, pada 10 September 2013, mereka berbagi skor 2-2.
Kemarin, taktik meredam kecepatan Cile sukses, tapi hanya pada 20 menit awal. Alexis Sanchez, Arturo Vidal, dan Aranguiz memainkan umpan segitiga di sisi kiri pertahanan Spanyol dan mengirim bola ke Vargas, 24 tahun. Satu sentuhan pemain sayap Napoli itu mengecoh Casillas dan menceploskan bola ke gawang Spanyol yang sudah tak bertuan.
Saat semangat Spanyol meredup, Cile bak hiu yang menghirup bau darah. "Anak-anak asuh Jorge Sampaoli itu tidak hanya cepat, tapi juga cerdas," kata Sid Lowe, jurnalis sepak bola Guardian yang menulis dari Maracana. Saat Cile menyerang, selalu ada lubang di pertahanan Spanyol. "Namun, sewaktu Spanyol mendekati kotak penalti Cile, setiap jengkal lapangan seperti tertutup pemain bertahan."
"Kami pantas kalah," kata Vicente del Bosque, pelatih Spanyol. Dia belum dapat berkomentar ihwal penyebab keterpurukan mereka. Juru taktik 63 tahun itu mengatakan mereka merasa dalam kondisi puncak. "Tapi lawan memang lebih kuat dan kami tidak memiliki kambing hitam untuk disalahkan."
Dalam konferensi pers, beberapa jurnalis melontarkan dugaan habisnya motivasi La Furia Roja, yang memiliki lebih dari separuh pemain yang sama sejak menjuarai Piala Eropa, enam tahun silam. Del Bosque membantahnya. "Kami terus berlari dan menunjukkan karakter kami, tapi memang tidak beruntung di depan gawang," ujar mantan pelatih Real Madrid itu.
Andres Iniesta, pencetak gol kemenangan dalam Piala Dunia 2010, mengatakan 23 pemain Spanyol memiliki rasa haus yang tinggi akan kemenangan. "Tapi semuanya seperti serba salah," ujar gelandang 30 tahun asal Barcelona itu. "Kami berada di titik rendah dari yang paling rendah."
Kemenangan atas tim nomor satu dunia—plus Australia yang kemarin hampir mengalahkan Belanda—tidak membuat Cile lupa daratan. "Kami hanya memikirkan pertandingan satu per satu," ujar Sampaoli, 54 tahun, soal peluang mereka meraih trofi Piala Dunia.
La Roja, yang berarti pasukan merah, akan menghadapi Belanda, Senin mendatang, untuk menentukan juara Grup B. Posisi nomor satu akan menghindarkan mereka dari juara Grup A di babak 16 besar. "Grup ini sangat berbahaya," ujar pelatih asal Argentina itu.
MARCA | FOOTBALL ESPANA | GUARDIAN | FIFA