TEMPO.CO, Jakarta - Sebuah panggilan mampir di telepon selulernya. Jarbas Meneghini, 46 tahun, terpaksa menjawabnya. Apes buat dia. Telepon itu ternyata dari orang yang bekerja di federasi sepak bola dunia alias FIFA. Isinya tegas. Jarbas, yang dikenal si penelepon sebagai penjual replika trofi Piala Dunia, dilarang berjualan di stadion saat pertandingan Piala Dunia digelar. “Kalau tidak ada pertandingan, saya tetap boleh jualan,” katanya.
Rupanya orang itu melihat aksi Jarbas yang berhasil menjual piala bikinannya itu di tempat latihan timnas Brasil di Granja Comary. “Lumayan, laku hingga 30 buah,” katanya.
Jarbas langsung mengiyakan. Ada sebabnya ternyata. Sambil cekikikan, dia menjelaskan larangan itu tak membuat barang dagangannya jadi tidak dibeli orang. “Kebanyakan orang membeli lewat Internet. Saya terima uangnya, lalu saya kirim,” katanya, saat ditemui di rumahnya di kawasan Campo Grande, di pinggiran Kota Rio.
Lagipula, saat menjelang Piala Dunia digelar di negerinya sendiri, dia mengaku sudah menjual 700 replika. Kebanyakan malah bukan dari Brasil. Dari sepuluh buah replika yang dijual, pembeli dari negerinya sendiri hanya tiga orang. “Dua dari tiga orang itu adalah tokoh terkenal,” katanya membanggakan diri.
Jarbas memang pintar membaca peluang. Jauh-jauh hari sebelum musim sepak bola ini dimulai, dia sudah menyiapkan stok sesuai dengan kemampuannya. Piala palsu yang dibuat dari gypsum itu dijual dengan harga 100 real atau sekitar Rp 500 ribu. “Saya pun cuti sebulan ini dari bengkel.”
Pekerjaan utamanya adalah mekanik. Ketertarikan bapak satu anak ini terhadap pembuatan replika trofi Piala Dunia dimulai pada pertandingan final Piala Dunia 1994 di Amerika Serikat. Ketika itu, Jarbas mendadak bangga sekali menjadi orang Brasil.
“Saya lihat di televisi, Dunga berteriak, ‘akhirnya kita bisa menjadi juara dunia lagi’,” katanya mengenang peristiwa 20 tahun lalu itu. Brasil memang harus menunggu sekitar 24 tahun sejak terakhir mereka juara di Meksiko untuk kembali menjadi juara dunia.
Jarbas tak lagi sekadar bangga. Belakangan, karena dia juga pemain sepak bola, dia tiba-tiba kepengin memiliki piala tersebut. Lantas, dia mencari tahu ukuran dan bentuk yang pas dari piala karya Silvio Gazzaniga itu.
Namun, menurut dia, usahanya baru berhasil setelah tiga tahun kemudian. Sebelumnya, ada saja yang tidak pas. Proporsinya juga tidak tepat. “Tapi, begitu jadi, ada teman saya yang bekerja jadi mekanik juga yang tertarik. Eh, malah dia bawa pulang,” katanya sambil tergelak. “Saya relakan saja.”
Ulah mekanik itu ternyata membawa berkah. Diam-diam banyak yang menyukai dan ingin memiliki piala buatannya itu. Dalam ingatannya, sampai sekarang, sebanyak 2.500 piala sudah berhasil dia jual.
Tak hanya itu, namanya pun mendunia. Karena periang, berbagai televisi asal Brasil, juga dari negara lain, mewawancarainya dan membuatkan profilnya di berbagai program. Terlebih menjelang Piala Dunia, permintaan wawancara pun kian banyak, seperti pialanya yang laris manis itu.
IRFAN BUDIMAN (RIO DE JANEIRO)
BERITA LAIN
Tiga Wajah Piala Dunia
Deretan Aksi 'Drakula' Suarez di Sepak Bola
FIFA Investigasi Insiden Gigitan Suarez