TEMPO.CO, Jakarta - Tidak seperti biasanya, perjalanan saya menuju Pantai Copacabana pada siang itu terganggu oleh para pedagang yang membuka lapaknya di salah satu ruas jalan menuju pantai yang indah tersebut.
Mereka adalah pedagang kebutuhan sehari-hari yang menggelar dagangannya, dari sayur-mayur, buah-buahan, rempah-rempah, hingga makanan kecil. Beberapa anak kecil menjajakan kantong plastik untuk belanja pun berseliweran.
Jalan di sana menjadi sempit. Salah satu alasannya, karena empat buah truk yang di Indonesia disebut mobil toko terparkir di sana dan menjajakan ikan laut yang segar. Sontak saya berpikir untuk mencari jalan lain. Namun, melihat kemeriahan di sana, saya tergoda untuk melewati “pasar” itu.
Bukan hanya saya rupanya. Mereka yang ingin nonton bareng pertandingan Piala Dunia yang digelar di FIFA Fan Fest pun ikut singgah dan membeli beberapa buah untuk dikunyah saat menonton pertandingan sepak bola.
Terlebih lagi beberapa pedagang buah stroberi dengan senang hati memberikan potongan buah itu secara gratis. “Amigo, free…,” ujar pedagang stroberi sambil menyodorkan potongan buah itu yang rasanya benar-benar manis, tanpa terasa asam sedikit pun.
Orang Rio de Janeiro menyebut pasar ini dengan nama Feira. Biasanya hadir di beberapa tempat di kota itu dengan hari yang berlainan. Khusus di Copacabana--yang sebenarnya merupakan kawasan yang dipenuhi dengan perumahan dan apartemen yang harga sewanya mahal, mereka mendapatkan giliran berjualan setiap Kamis tiap pekan.
Sebenarnya harga di sana terbilang lebih mahal dibanding di tempat lainnya. Singkong, yang di pasar dijual dengan harga 2 real, di sini harganya menjadi 4 real. Namun pasar kaget itu selalu berlangsung dengan cepat. Barang dagangan mereka pun laris-manis tanjung kimpul. Menjelang siang, mereka gulung lapak untuk pindah ke tempat lain. Mereka kembali lagi pada pekan berikutnya.
Di negeri sendiri, pasar seperti ini dikenal dengan nama pasar kaget. Mungkin pasar model ini yang muncul sebelum beberapa tempat di Jakarta mendapatkan nama Pasar Minggu, Pasar Senen, dan nama tempat lainnya.
Pasar kaget di negeri sendiri tidak benar-benar hilang. Sekarang pun pasar kaget dilanjutkan oleh sekelompok pedagang yang secara bergantian pada malam-malam tertentu berpindah tempat. Di tempat tinggal saya, para pedagang muncul tiap Rabu malam. Mereka berjualan sayur-mayur dan kebutuhan pokok yang lebih murah harganya. Warga pun kemudian menyerbunya.
Persis seperti di Copacabana, jalanan memang menjadi sempit. Namun berbeda dengan yang terjadi di sekitar pantai indah itu, rupanya orang-orang di negeri sendiri tak punya stok kesabaran yang cukup. Saat malam, kendaraan yang hendak melewati pasar itu menjadi terganggu. Suara knalpot dan klakson adalah wujud protes mereka. Mungkin mereka telanjur letih dan lelah akibat kemacetan lalu lintas di Jakarta.
IRFAN BUDIMAN (RIO DE JANEIRO)
Baca juga:
Ini Daftar Kekalahan Cile Vs Brasil di Piala Dunia
Pelatih Uruguay Mundur dari FIFA
Ini Dia Wasit Laga Brasil Vs Cile
Gagal di Piala Dunia, Gerrard Bersantai di Pantai
Melawan Brasil, Cile Khawatir Wasit Berpihak