TEMPO.CO, Rio de Jainero - Jeremias boleh dibilang sial karena hidup lebih dulu ketimbang para pemain Brasil saat ini. Padahal, jejak petualangannya di Eropa tidaklah buruk. Setelah berhasil mengharumkan nama Fluminense--salah satunya bersama Carlos Alberto Parreira, asisten Filipe Scolari saat ini--dia mendapatkan tawaran bermain di klub asal Portugal.
Merumput di sana selama dua musim, Jeremias membuat klub Espanyol merekrutnya. Bermain selama tiga musim di Spanyol ternyata menjadikannya sebagai salah satu pemain yang punya banyak penggemar.
Sayang kariernya terhambat akibat cedera yang dideritanya di daerah selangkangannya. "Saat itu pengobatan atau penyembuhan cedera tidak seperti sekarang yang bisa cepat," kata Jeremias, 65 tahun, di rumahnya, Niteroi, Rio de Janeiro, Brasil, Selasa, dua pekan lalu.
Akhirnya dia memutuskan kembali ke Portugal, bergabung dengan klub Vitória S. Cedera. Namun masalah cedera kembali membuat kariernya terhambat. Pada usia 29 tahun, dia memutuskan kembali ke Brasil untuk bermain di klub lamanya, America. Setelah itu, hanya bermain semusim di tanah airnya, dia menggantung sepatu.
"Saya sudah bicara dengan Mama. Ternyata, menurut dia, berhenti adalah pilihan yang bagus untuk saya," katanya. Sejak itulah dia mundur dari dunia sepak bola profesional. Tapi dia tetap bermain sepak bola untuk menjaga kebugaran tubuhnya.
Bermain di klub besar seperti Espanyol seperti tak berbekas di hari tuanya. Tak ada kemewahan yang tersisa pada pria berkulit legam ini. Jeremias hanya bisa tertawa. "Di zaman saya, bayaran pemain bola tidak seperti sekarang," katanya.
Dia mengaku tidak ingat persis berapa bayaran yang sempat dia terima selama bermain di Liga Spanyol--yang ketika itu belum bertabur uang seperti saat ini. Dia hanya bilang cukup untuk membeli rumah yang sampai sekarang masih ditempatinya.
Sebelumnya, Jeremias tinggal di kawasan favela. Tapi dia mengaku tidak kerasan. Dari bermain sepak bola, dia mengumpulkan uang dan berhasil pindah dari sana.
Kini, pada hari tuanya, bermain sepak bola masih menjadi kegiatan rutin yang dia lakukan. Dia membuka sekolah sepak bola anak-anak 30 tahun lalu. Hasilnya tidak buruk. Menurut dia, sebagian lulusannya kini sudah tersebar bermain di klub-klub Brasileiro atau Serie A Brasil. "Sangat menyenangkan buat saya."
IRFAN BUDIMAN (RIO DE JAINERO)