TEMPO.CO, Sao Paolo - Lima lapangan sepak bola terhampar di markas Desportivo Brasil, Kota Porto Feliz, Sao Paulo, Brasil. Ukurannya sesuai dengan standar FIFA, dengan pagar kawat nan tinggi mengitari semua lapangan. Total, akademi sepak bola ini memiliki tujuh lapangan, dua di antaranya berukuran mini. "Kualitas rumput di sini sama dengan di Maracana," kata Presiden Desportivo Brasil, Rodolfo Canavesi, saat Tempo berkunjung ke sana, Oktober tahun lalu. Maracana akan menjadi stadion tempat digelarnya babak final Piala Dunia 2014.
Tak hanya lapangan yang mumpuni, Desportivo, yang terletak tiga jam perjalanan darat dari Kota Sao Paulo, juga punya segudang fasilitas lain. Pada bangunan utamanya, tersedia ruang kebugaran dengan berbagai peralatan fitness. Akademi ini juga memiliki ruang medis lengkap dengan dokter ahli. Ada pula kolam renang dan ruangan khusus untuk memulihkan cedera, lengkap dengan bak mandi berisi es batu.
Asrama Desportivo terdiri atas ruang tidur yang sanggup menampung lebih dari 100 atlet. Pengelolanya juga menyiapkan ruang kelas dan auditorium untuk menyaksikan video-video seputar sepak bola. Ada juga ruang rekreasi dengan meja biliar, meja pingpong, serta ruang makan.
Disponsori Nike dan berpartner dengan Manchester United serta Miami FC, Desportivo, yang berdiri sejak 2005, disebut-sebut sebagai salah satu akademi sepak bola terbaik di Brasil. Masuk Desportivo bisa berarti menggenggam tiket menjadi pemain bola profesional dengan bayaran besar. Sementara Brasil disebut sebagai negara pengekspor pemain bola, Desportivo bisa disebut sebagai salah satu pabrik yang memproduksi pemain lokal dan internasional.
Misalnya Jardel Nivaldo Vieira, yang bermain di Benfica, Portugal; Bruno Nascimento di Koln, Jerman; atau Bruno Gomes, yang nyaris dipinang Manchester United tapi akhirnya memilih berlabuh di klub papan tengah Brasil, Internacional. Pun Desportivo telah mengirim sejumlah lulusannya ke negara Asia. Rodolfo Canavesi mengklaim tak ada lulusan Desportivo yang tak mendapat tempat di klub sepak bola. "Kami menawarkan masa depan bagi para pemain," katanya.
Oktober lalu, 70 pemuda menjadi murid di akademi itu. Salah satunya Leonardo Campos, 17 tahun. Dia mengaku bersyukur bisa masuk Desportivo. "Saya sebelumnya berlatih di akademi Corinthians. Tapi saya suka di sini," kata Leonardo, yang bermimpi bergabung dengan Bayern Muenchen.
Saat Tempo berkunjung, belasan pemuda tengah mengikuti tryout yang menentukan mereka bisa bergabung atau tidak. Mereka dipilih dari berbagai penjuru Brasil, hasil pencarian para pemburu bakat. Menurut Rodolfo, mereka yang bergabung di Desportivo minimal berusia 14 tahun dan maksimal 20 tahun. Sebagian besar sudah didekati sejak masih berusia 12 tahun.
Di sini, para murid mendapat gaji US$ 200-500, tergantung usia mereka--hukum di Brasil tak membolehkan anak di bawah 14 tahun menerima bayaran. Sementara di tempat lain bermain sepak bola merupakan kesenangan, sepak bola di Desportivo kurang-lebih seperti pekerjaan.
Memang, Desportivo sangat serius mempersiapkan para muridnya menjadi pemain profesional. "Kami hanya menjual pemain berbakat," kata Rodolfo. Maka, segala sesuatu dikontrol secara ketat di Desportivo. Dua kali sehari, para murid berlatih sepak bola, diselingi dengan pelajaran akademis. Di sini, mereka juga wajib mengikuti kursus bahasa Inggris--umumnya penduduk Brasil hanya bisa berbahasa Portugis atau Spanyol.
Semua pemain juga hanya diperbolehkan memakan sajian yang disiapkan pengelola. "Semua kalori dalam makanan sudah dihitung. Tak melulu serius, murid yang sedang tak berlatih bisa bermain PlayStation atau menonton televisi. Tapi mereka hanya diperbolehkan pulang ke rumah masing-masing sekali sebulan.
Para pemain Desportivo juga kerap bertanding dengan klub lain. Mereka rutin mengikuti kompetisi domestik, yang sebagian besar mereka menangi. Pun kompetisi tingkat internasional mereka jalani. Di ruang kerja Rodolfo, berjubel piala yang telah mereka raih. Salah satunya Milk Cup, yang diadakan di Irlandia pada 2012. Mereka mencukur Newcastle United 3-0 pada babak final. Dari lima pertandingan yang diikuti, mereka mencetak 22 gol dan kebobolan 3 gol. Otomatis, semakin banyak klub besar yang melirik pemain Desportivo.
Rodolfo sama sekali tak malu menyatakan akademi yang didirikan oleh Traffic Group, produsen peralatan olahraga, itu bertujuan mencari duit. Hampir setiap pekan, pencari bakat dari berbagai klub besar datang dan menyaksikan performa para murid Desportivo.
Uniknya, Desportivo tak pernah 100 persen menjual langsung pemainnya. Istilah lainnya, akademi itu tak menggunakan sistem jual-putus. Menurut Rodolfo, Desportivo hanya menerima separuh dari harga jual murid yang direkrut klub lain. Tapi tunggu dulu. Desportivo mencantumkan klausul persentase yang bakal didapat jika pemain itu ditransfer ke klub lain di kemudian hari.
Cara ini, kata Rodolfo, jauh lebih menguntungkan ketimbang sistem jual-putus. Semua pengeluaran klub akhirnya terbayar lunas. Bahkan, Rodolfo mengakui Desportivo meraup untung besar dari bisnis ini. "Sepak bola adalah bisnis. Karena itu kami sangat serius menyiapkan pemain."
PRAMONO