TEMPO.CO, Rio de Jainero - Menonton pertandingan Piala Dunia lewat televisi di Brasil sangat menyenangkan. Yang utama tentu saja tak perlu begadang sambil minum kopi dan kacang kulit agar kantuk tak datang. Di sini, sebelum bulan puasa datang, menonton bola bisa diselingi makan siang.
Namun yang pasti, lebih dari itu, sajian televisi di sini benar-benar terfokus pada pertandingan sepak bola. Walhasil, tak ada siaran kuis tebak-tebakan yang selalu dipandu cewek cantik yang memakai seragam tim sepak bola.
"Memangnya mau nonton bola atau main tebak-tebakan?" kata teman Brasil mengomentari cerita saya tentang kebiasaan yang muncul di televisi Tanah Air itu.
Mendengar komentar itu, saya hanya cekikikan sendiri sambil membayangkan gaya para pemandu kuis yang memberikan pertanyaan yang amat gampang untuk dijawab penelepon.
Siaran langsung Piala Dunia di Brasil dilakukan oleh beberapa stasiun televisi kabel atau berbayar, tapi ada juga yang gratis. Bedanya hanya satu, soal kualitas gambar. Yang gratis tak enak di mata. Sedangkan yang berbayar memuaskan mata dan hati. Kualitas gambarnya benar-benar high-definition, bening.
Tapi yang lebih menyenangkan adalah cara mereka mengemas siaran langsung tersebut. Selain tak ada acara kuis, mereka yang membahas jalannya pertandingan merupakan orang yang pernah bermain di turnamen empat tahunan ini, bahkan beberapa di antara mereka pernah ikut menjadi juara dunia.
Melalui terjemahan dari teman Brasil, mereka hampir tak pernah menyinggung strategi pelatih--karena sepenuhnya itu terjadi di lapangan. Mereka lebih sering membahas gol yang terjadi, lengkap dengan grafis yang menarik. Hebatnya lagi, grafis itu disajikan dalam tempo yang cepat tak lama setelah gol terjadi.
Saat jeda tiba, setelah diselingi iklan, para komentator out dari screen. Tidak seperti di Indonesia, mereka tak tampil mengomentari pertandingan. Stasiun televisi melakukan liputan langsung di beberapa tempat menonton bareng. Bila Brasil yang bermain, suasananya menjadi sangat meriah.
Akhir dari pertandingan adalah puncak dari pertunjukan. Para pemain yang masih ngos-ngosan langsung ditodong wartawan di pinggir lapangan. Satu yang menarik adalah ketika Julio Cesar, yang menjadi pahlawan saat Brasil mengalahkan Cile lewat adu penalti, diwawancarai.
Emosi Julio Cesar tumpah seketika saat dia ditanya perihal kejadian empat tahun lalu di Afrika Selatan. Dengan nada tercekat, dia mengungkapkan kekecewaan yang dialaminya saat itu, yang kini sudah terbalas. Air matanya pun meleleh.
Saya lirik teman Brasil saya, eh, ternyata dia bengong dan terhanyut pada tayangan yang tersaji di layar. Sepak bola bukan lagi hanya soal skor, statistik pertandingan, dan prediksi, melainkan sajian pertunjukan yang lengkap dan sempurna.
IRFAN BUDIMAN (RIO DE JAINERO)