TEMPO.CO - Kekalahan tim Brasil dengan skor 1-7 oleh Jerman di semifinal sangat mengejutkan. Tak pernah ada yang mengira juara Piala Dunia lima kali itu takluk dengan selisih gol demikian lebarnya. Saya sendiri tak memprediksi tim Samba akan kalah dengan selisih gol seperti itu.
Apalagi mereka berstatus tuan rumah. Normalnya, dalam sepak bola, dukungan suporter itu akan melipatgandakan semangat para pemain di lapangan. Namun, dalam pertandingan kemarin, saya justru melihat hal sebaliknya. David Luiz cs terbebani oleh dukungan penonton. Akibatnya, gol-gol mengalir dengan mudah.
Baca juga:
Dalam catatan saya, ada beberapa hal yang bisa membuat Brasil kalah memalukan seperti kemarin. Yang paling mendasar, mereka dikejutkan oleh gol cepat Jerman yang dicetak oleh Thomas Mueller pada menit ke-11. Padahal, ketika itu Brasil sedang giat-giatnya mengejar gol pertama.
Akibatnya, motivasi mereka turun. Gol kedua yang dicetak Miroslav Klose kian menurunkan motivasi bermain mereka. Lalu, permainan pun berantakan. Komunikasi antar-pemain hilang. Saya melihat itu di sosok David Luiz.
Luiz beberapa kali meninggalkan tugasnya sebagai bek tengah dan maju hingga ke kotak penalti. Sayangnya, ia tak cepat turun kembali ke daerah pertahanan. Makanya, para pemain Jerman dengan mudah masuk ke kotak penalti. Dalam gol yang dicetak Toni Kroos, misalnya, hanya dua pemain yang terlihat bertahan. Luiz dan pemain lain sudah kehilangan fokus.
Selain itu, karena beberapa kali gagal menjebol gawang Jerman, para pemain Brasil kehilangan kepercayaan diri. Mereka lebih suka membawa bola sendirian dan menyelesaikannya. Para pemain Jerman mematahkan ini dengan mudah.
Nah, dalam kondisi seperti inilah saya melihat begitu pentingnya peran Thiago Silva dan Neymar bagi timnas Brasil. Menurut saya, Silva tak sekadar kapten. Ia adalah pemimpin yang mampu mengontrol kesemrawutan lini pertahanan Brasil. Ia adalah orang yang bisa mengingatkan Luiz agar tak lupa pada tugasnya. Begitu juga Neymar. Ia adalah roh saat menyerang, pemain yang bisa merusak konsentrasi dan koordinasi pertahanan lawan. Bernard atau Fred tak bisa menggantikan posisinya.
Saya ingin membawa kasus Brasil tadi ke sepak bola Indonesia. Ada sangat banyak pelajaran yang bisa dipetik. Namun, satu hal yang paling mendasar adalah: jangan pernah bergantung pada satu atau dua pemain. Seperti itulah timnas Brasil. Menurut saya, 40 persen kemampuan Brasil hilang saat dua pemain ini absen.
Bangun tim berdasarkan kerja sama dan kekompakan. Maka, ketika satu atau dua pemain tak bisa bermain, sistem permainan tak terganggu. Bangun tim berdasarkan sistem, jangan bergantung pada pemain tertentu.
Semoga kita bisa menarik pelajaran dari kekalahan Brasil ini karena ini pelajaran yang sangat mahal. Kapan lagi kita melihat Brasil dibobol tujuh gol dengan mudah? Ya, kan?
NILMAIZAR (Mantan Pelatih Timnas, Pelatih Putra Samarinda)