Final Piala Dunia 2018: Soal Dominasi Eropa Vs Amerika Latin
Reporter
Antara
Editor
Nurdin Saleh
Sabtu, 14 Juli 2018 05:47 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Final Piala Dunia 2018 akan memastikan negara Eropa bisa menjuarai turnamen ini untuk keempat kalinya secara beruntun. hal itu sekaligus mengonfirmasi dominasi atas rivalnya yang pernah begitu kuat, Amerika Selatan.
Prancis dan Kroasia akan berlaga di final. Terlepas dari tim mana yang akan menang di Moskow, hal itu akan memastikan puasa gelar negara-negara Amerika Selatan kian panjang, mencapai 20 tahun. Dalam delapan final terakhir, hanya ada satu wakil dari Amerika Latiha, yakni Argentina pada 2014.
Terdapat banyak kemungkinan alasan di balik superioritas Eropa dan bahkan muncul beberapa rekomendasi untuk lebih waspada.
Apa yang salah dengan tim-tim Amerika Selatan? "Itu tujuh pertandingan dalam sebulan, ajang yang singkat -- Anda dapat sangat kelelahan," kata Andy Roxburgh, anggota grup studi teknik FIFA. Anda harus melihat gambaran yang lebih besar sepanjang waktu untuk melihat apakah ada suatu tren."
Alasan yang sangat berperan tampaknya adalah keuangan. Klub-klub dan federasi super kaya Eropa telah menghabiskan lebih banyak dana pada perekrutan, pengembangan, dan latihan. Bakat-bakat teratas Amerika Selatan berduyun-duyun pindah ke Eropa, di mana kondisi permainan, keamanan, dan gajinya jauh lebih superior dibanding di kampung halaman.
Eropa jgua mengandalkan organisasi yang lebih baik untuk menghasilkan lebih banyak pemain bagus, serta membuat mereka mampu merekrut pemain-pemain yang dapat bermain untuk lebih dari satu negara.
Sebagai tambahan, hampir tidak ada pelatih Brasil atau Uruguay di Eropa dan hanya sangat sedikit pelatih asal Argentina, Hal ini memunculkan satu faktor lain: tercipta kesenjangan ketika membicarakan taktik dan strategi.
Di luar lapangan, bahkan klub-klub kecil Eropa dikelola seperti bisnis lainnya, merekrut kandidat-kandidat terbaik di setiap level, dari proses pembibitan pemain, nutrisi, sampai pemasaran. Sedangkan di Amerika Latin, banyak klub yang masih dikelola oleh orang-orang amatir, yang memenuhi perannya hanya sebagai pekerja sambilan.
Korupsi Korupsi yang telah menodai sepak bola juga merupakan salah satu faktor. Tiga presiden terakhir Konfederasi Sepak Bola Amerika Selatan (CONMEBOL) didakwa di AS sebagai bagian dari skandal FIFA, demikian pula tiga ketua terakhir Konfederasi Sepak Bola Brazil (CBF) dan seorang mantan ketua Asosiasi Sepak Bola Argentina (AFA).
Di Argentina, kekacauan terlihat di asosiasinya. Ketika 75 orang memberikan suara untuk memilih presiden baru AFA pengganti yang bermasalah, terdapat 76 suara dengan kedudukan 38 melawan 38. Situasi kacau itu membuat takut para sponsor dan penyiar yang telah enggan memberikan dana besar untuk menayangkan pertandingan-pertandingan, yang semestinya berpotensi memoles pemain-pemain papan atas mereka.
Malangnya bagi para penggemar sepak bola Amerika Selatan, baik Argentina dan khususnya Brasil, mereka terlihat tidak siap untuk perubahan atau bersikap rendah hati. Ketika juara bertahan Jerman tersingkir di fase grup, rasa terkejut segera diikuti dengan "schadenfreude," kegembiraan yang muncul karena melihat kegagalan pihak lain.
"Inilah tim yang semestinya kita bercermin kepadanya?" kata Rivaldo melalui Instagram. "Semua orang berusaha namun hanya kami yang menjuarai Piala Dunia."
Kini, buktinya, di final Piala Dunia 2018 Ahad besok, 15 Juli 2018, Rivaldo akan menyaksikan dua tim Eropa berlaga berebut juara.