Piala Dunia 2018: Kolektivitas Menyingkirkan Selebritas

Senin, 16 Juli 2018 14:57 WIB

Penjaga gawang timnas Prancis, Hugo Lloris, mengajak dua putrinya untuk mencium trofi Piala Dunia yang telah diraih timnya setelah mengalahkan Kroasia dalam final Piala Dunia 2018 di Luzhniki Stadium, Moskow, Rusia, 15 Juli. (AP Photo/Matthias Schrader)

TEMPO.CO, Jakarta - Tim yang kompak dan militan adalah jawaban untuk bisa meraih sukses dalam sebuah turnamen antar-tim nasional, seperti putaran final Piala Dunia 2018, yang baru saja berakhir di Stadion Luzhniki, Moskow, Rusia, Minggu, 15 Juli.

Baca: Pelatih Kroasia Keluhkan Penggunaan VAR di Piala Dunia 2018

Adapun mental kuat dalam kebersamaan menjalani perjuangan itu kini sudah ada di diri pemain sejak berusia muda. Ini sisi berikutnya dari fenomena sukses Prancis mengalahkan Kroasia 4-2 dalam pertandingan final di stadion nasional Rusia tersebut.

Baca: Prancis Juara Piala Dunia 2018, Kemenangan Keberagaman

“Ini adalah sebuah tim muda yang berada di puncak dunia. Sebagian di antara mereka adalah juara pada usia 19 tahun. Namun sumber kebanggaan terbesar saya adalah mereka memiliki pikiran yang benar,” kata pelatih Prancis, Didier Deschamps, di Stadion Luzhniki dinihari tadi, Senin, 16 Juli 2018, setelah pertandingan final.

Baca: Kylian Mbappe, Pemain Muda Terbaik Piala Dunia 2018

Kolektivitas, militansi, dan ketegaran menyingkirkan sosok para bintang yang merangkap selebritas sepak bola, seperti Cristiano Ronaldo, Neymar, dan Lionel Messi.

Dalam sebuah kompetisi liga yang rata-rata memakan waktu hampir setahun, para bintang itu masih punya waktu cukup untuk berleha-leha memulihkan tenaga dan mood bermain. Namun dalam sebuah turnamen jangka pendek, seperti putaran final Piala Dunia 2018, Ronaldo cs seperti terkaget-kaget mengatur ritme.

Advertising
Advertising

Piala Dunia 2018 mengubah citra yang terbentuk selama ini dan yang tumbuh dari kompetisi liga yang disela dengan partai babak-babak kualifikasi, bahwa mereka yang akan sukses adalah tim kumpulan para bintang, mereka yang terlena dan dilenakan sanjungan media.

Figur bintang dengan talenta istimewa, seperti Messi, Ronaldo, dan Neymar, tersingkir. Di sisi lain, mungkinkah karena figur para “solois” ini belum sekuat para pendahulunya, seperti Diego Maradona, Franz Beckenbauer, Pele, atau Johan Cruyff? Jangan-jangan Neymar cs selama ini hanya bintang yang medioker, yang kemudian menjulang seperti gelembung sabun karena media?

Piala Dunia 2018 ini milik para pemain muda yang bertenaga, seperti Prancis dan Inggris, atau pemain senior yang tertempa perjuangan bertahun-tahun, sebagaimana Kroasia dan Belgia.

Lihatlah bagaimana Prancis yang juara, Kroasia finalis untuk pertama kali, peringkat ketiga Belgia, dan Inggris di urutan keempat itu menjadi representasi dari kekuatan kolektivitas, energi baru, soliditas, dan para tenaga muda.

Adalah Kroasia yang mengisyaratkan pertama kali bahwa pergelaran di Rusia 2018 ini bukan milik tim-tim yang percaya begitu saja kepada bintang-bintangnya. Hal itu mereka tunjukkan dengan menggulung Messi cs dari Argentina pada fase grup.

Kroasia boleh kecewa dengan jalannya partai final Piala Dunia 2018 yang menyajikan drama lengkap, yaitu kontroversi penggunaan video assistant referee (VAR), perdebatan apakah Antoine Griezmann melakukan diving atau tidak, dan tragedi gol bunuh diri Mario Mandzukic.

Namun Kroasia masih bisa tetap pulang dengan kepala tegak. Para penggemarnya berhak menyanjung mereka sebagai juara tanpa mahkota. Lihatlah baik-baik sosok sang kapten, Luka Modric, yang terpilih sebagai Pemain Terbaik Piala Dunia 2108.

Wajah Modric yang tirus mengingatkan kepada paras kapten Belanda pada final Piala Dunia 1974, Johan Cruyff. Keduanya juga memiliki kemiripan nasib dalam Piala Dunia pada era masing-masing.

Baca: Pemain Terbaik, Pencetak Gol Terbanyak, dsb di Piala Dunia 2018

“Kami sedih dan bangga pada saat yang sama,” kata pelatih Kroasia, Zlatko Dalic, seperti yang dikutip Reuters. “Kami sudah main bagus, tapi hukuman penalti seperti angin yang menghalau dan setelah itu keadaan menjadi lebih sulit. Kami telah menjaga martabat kami ketika menang dan begitu juga ketika kalah.”

Berita terkait

Legendaris! Nama Beyonce akan Masuk ke dalam Kamus Prancis Larousse

2 hari lalu

Legendaris! Nama Beyonce akan Masuk ke dalam Kamus Prancis Larousse

Nama Beyonce akan masuk ke dalam Kamus Prancis Le Petit Larousse edisi terbaru tahun ini dengan definisi sebagai penyanyi R&B dan pop Amerika.

Baca Selengkapnya

Universitas Sciences Po Prancis Tolak Tuntutan Mahasiswa untuk Putus Hubungan dengan Israel

3 hari lalu

Universitas Sciences Po Prancis Tolak Tuntutan Mahasiswa untuk Putus Hubungan dengan Israel

Universitas Sciences Po di Paris menolak tuntutan mahasiswa untuk memutus hubungan dengan universitas-universitas Israel.

Baca Selengkapnya

Champs-Elysees di Paris Bakal Disulap jadi Tempat Piknik Raksasa, Diikuti 4.000 Orang

3 hari lalu

Champs-Elysees di Paris Bakal Disulap jadi Tempat Piknik Raksasa, Diikuti 4.000 Orang

Setiap peserta akan diberikan keranjang piknik gratis yang dikemas sampai penuh oleh sejumlah pemilik restoran ikonik di jalanan Kota Paris itu.

Baca Selengkapnya

Polisi Prancis Bubarkan Unjuk Rasa Pro-Palestina di Universitas Sciences Po

9 hari lalu

Polisi Prancis Bubarkan Unjuk Rasa Pro-Palestina di Universitas Sciences Po

Polisi Prancis membubarkan unjuk rasa pro-Palestina di Paris ketika protes-protes serupa sedang marak di Amerika Serikat.

Baca Selengkapnya

Israel Panggil Duta Besar Negara-negara Pendukung Keanggotaan Penuh Palestina di PBB

14 hari lalu

Israel Panggil Duta Besar Negara-negara Pendukung Keanggotaan Penuh Palestina di PBB

Israel akan memanggil duta besar negara-negara yang memilih keanggotaan penuh Palestina di PBB "untuk melakukan protes"

Baca Selengkapnya

Dunia Desak Tahan Diri, Panglima Militer Israel Berkukuh akan Balas Iran

19 hari lalu

Dunia Desak Tahan Diri, Panglima Militer Israel Berkukuh akan Balas Iran

Beberapa sekutu memperingatkan eskalasi setelah serangan Iran terhadap Israel meningkatkan kekhawatiran akan perang regional yang lebih luas.

Baca Selengkapnya

Rwanda Peringati 30 Tahun Genosida terhadap Ratusan Ribu Warga Suku Tutsi

27 hari lalu

Rwanda Peringati 30 Tahun Genosida terhadap Ratusan Ribu Warga Suku Tutsi

Rwanda pada Minggu memulai peringatan selama satu pekan untuk memperingati 30 tahun genosida terhadap ratusan ribu warga etnis Tutsi pada 1994.

Baca Selengkapnya

Hilang saat Menyusuri Bukit Sipiso-piso, Turis Asal Prancis Ditemukan Luka-luka

28 hari lalu

Hilang saat Menyusuri Bukit Sipiso-piso, Turis Asal Prancis Ditemukan Luka-luka

Basarnas Medan bersama tim SAR gabungan menemukan Adrea Zoe, 52 tahun, perempuan asal Prancis yang hilang di Bukit Sipiso-piso, Kabupaten Karo

Baca Selengkapnya

Sekutu Pertimbangkan Hentikan Penjualan Senjata ke Israel Setelah Kematian Relawan Asing di Gaza

28 hari lalu

Sekutu Pertimbangkan Hentikan Penjualan Senjata ke Israel Setelah Kematian Relawan Asing di Gaza

Beberapa negara Eropa sekutu Israel pertimbangkan hentikan penjualan senjata akibat pembunuhan tujuh relawan World Central Kitchen di Gaza

Baca Selengkapnya

Prancis Ajukan Resolusi Dewan Keamanan PBB untuk Pantau Gencatan Senjata di Gaza

33 hari lalu

Prancis Ajukan Resolusi Dewan Keamanan PBB untuk Pantau Gencatan Senjata di Gaza

Prancis mengadakan konsultasi tertutup dengan Dewan Keamanan PBB untuk mengajukan resolusi tentang pemantauan penerapan gencatan senjata di Gaza.

Baca Selengkapnya