Selasa sore itu, ia mendengarkan radio dengan membawa harapan tinggi. "Semoga Bafana bisa membuat kejutan. Saat ini Prancis tidak dalam kondisi terbaik," kata pria hitam berusia 39 tahun itu.
Afrika Selatan memang tampil mengejutkan dan mampu mengalahkan Prancis 2-1. Sayang, kemenangan itu kemudian jadi tak berarti. Afrika Selatan dan Prancis sama-sama tersingkir dan harus memberikan jalan kepada Meksiko dan Uruguay untuk lolos ke babak 16 besar.
"Sayang sekali. Tapi mereka gagal dengan kepala tegak," kata Hiugia. Ia menyatakan mungkin setelah itu tak akan lagi mendengarkan siaran pertandingan Piala Dunia dari radio. Tapi, di rumah, ia masih akan menonton pertandingan yang menarik di televisi.
Sikap Hiugia tampaknya mewakili sikap banyak warga Afrika Selatan. Setelah tersingkirnya Afrika Selatan, suara mereka nyaris sama: kegagalan itu mengecewakan, tapi harus dijadikan pijakan untuk kebaikan Bafana Bafana di masa depan.
Presiden Jacob Zuma, seperti diberitakan The Star, sempat menyatakan kebanggaannya kepada pemain di ruang ganti. Ia menyebutkan tim Bafana Bafana sudah tampil bagus. "Sayang sekali kita tidak lolos. Tapi kalian telah membuat seluruh bangsa bangga," katanya.
Zuma juga senang melihat Piala Dunia ini telah memberikan hal berharga bagi bangsanya. "Untuk pertama kalinya dalam 16 tahun kebebasan dan demokrasi, kita melihat warga hitam dan putih Afrika Selatan merayakan bersama-sama di fan park>I>." Ia pun meminta seluruh masyarakat tetap mendukung agar Piala Dunia berjalan mulus hingga akhir.