Adalah penjelajah dari Spanyol, Juan de Salazar de Espinosa, yang menjadi orang Eropa pertama yang datang ke kawasan di jantung Benua Amerika itu. Espinosa datang ke Kota Asuncion, kini ibu kota Paraguay. Kota ini kemudian menjadi pusat pemerintahan kolonial Spanyol di sana. Penjajahan itu berlangsung sampai Paraguay merebut kemerdekaan dari pemerintah administratif Spanyol pada 15 Mei 1811.
Masa lalu itu yang membuat Paraguay punya dua bahasa resmi, yaitu Guarani dan Spanyol. Karena itu, pengatur permainan Spanyol, Andres Iniesta, tak akan lagi leluasa berbicara lantang di lapangan untuk memberikan "instruksi khusus" kepada rekan-rekannya dalam bahasa Spanyol. Sebab, Roque Santa Cruz, penyerang Paraguay yang terpilih sebagai pemain terseksi di Piala Dunia 2006, dan rekan-rekannya akan sangat mengerti maksud dari musuhnya.
Ratusan tahun sudah membentang, tapi posisi Iniesta dan kawan-kawan di hadapan Cruz Cs masih tak beda jauh. Spanyol datang dengan posisi yang kuat, peringkat ketiga dunia versi otoritas sepak bola dunia (FIFA), sedangkan Paraguay jauh di bawah, urutan ke-31.
Pencinta sepak bola pasti dengan baik mengenal nama Iniesta, Xavi Hernandes, Fernando Torres, Sergio Ramos, Xabi Alonso, atau Iker Casillas. Merekalah para selebritas sepak bola saat ini di klub-klub Eropa yang menjadi jantung industri sepak bola dunia, seperti Barcelona, Real Madrid, dan Liverpool.
Tapi Justo Villar, kiper Paraguay, yang menjadi kapten? Kita mungkin harus cukup bekerja keras untuk membuka kepustakaan dan mencari tahu klub yang dibela oleh Villar. Yang sudah terkenal adalah Roque Santa Cruz, yang sempat bermain di Bayern Muenchen, sebelum menjadi spesialis pemain cadangan di Manchester City.
Pentas teater sepak bola di Ellis Park hari ini tak ubahnya sebuah cermin yang sedikit merefleksikan sejarah pertemuan kedua negara. Si dominan melawan sang minoritas. Nyaris tak ada yang menjagokan Paraguay. Kalau bukan Brasil, Argentina, atau Uruguay, legenda sepak bola, Johan Cruyff, lebih senang menyanjung Cile sebagai wakil dari Amerika Latin itu.
Tapi dalam pertandingan sepak bola tidak cuma melulu soal kecakapan teknik. Semangat juang yang didukung dengan fisik dan kekompakan yang sangat kuat juga turut berperan.
Atas nama rasa nasional yang kuat, Cruz dan kawan-kawan bisa seperti para pastor Jesuit yang memimpin komunitas bersenjata Indian di Paraguay melawan jenderal dari Spanyol yang membawa perintah dari Roma seperti tecermin dalam karya Frizt Hocwalder asal Austria yang berjudul Das Heilige Experiment atau The Strong Are Lonely pada 1943. Karya itu kemudian diterjemahkan dan dipentaskan dengan judul Paraguay Tercinta oleh mendiang Rendra di Yogyakarta pada 1963.
Di luar urusan peperangan sepak bola, terbayang bagaimana menariknya orang-orang Paraguay. Seorang model pakaian dalam terkenal, Larissa Riquelme, misalnya, sudah bernazar ingin berlari telanjang jika Cruz cs terus melaju di Piala Dunia.
Saya pernah berkenalan dengan sejumlah wanita yang hangat dan terbuka seperti Larissa di Barcelona 1992 dalam Olimpiade Musim Panas. Mereka tak segan-segan mengecup pipi kita jika merasa sudah bersahabat. Saya tak tahu apakah ia wanita Spanyol, Barcelona--mereka suka membedakan identitas dengan pemerintahan pusat--atau wanita Latin.
Yang jelas, setelah berkunjung ke Frankfurt yang "dingin dan serba putih", saya menemukan kehangatan serta keramahan dari mereka yang berambut hitam, kulit sedikit cokelat, dan kuning langsat yang mendominasi lalu-lalang di La Rambla, pedestrian yang terkenal di ibu kota Catalan itu. "Muchas gracias," hanya itu yang bisa saya ucapkan kepada mereka sambil menyeruput horchata, minuman seperti susu yang ada di Spanyol maupun Paraguay.
Hari Prasetyo, Wartawan Tempo