Kekecewaan itu muncul pada 30 Mei 1975 saat Van Marwijk muda kali pertama dipanggil untuk memperkuat timnas Belanda pada pertandingan melawan Yuogslavia di Beograd.
Tapi, hari yang seharusnya menjadi momen membanggakan itu berakhir mengecewakan. Van Marwijk yang saat itu maish berusia 23 tahun digantikan di babak kedua dan Belanda akhirnya kalah 0-3.
Sejak itu, ia tak pernah lagi dipanggil untuk membela negaranya.
Tapi, kini Van Marwijk punya kesempatan untuk menghapus semua kekecewaan itu ketika Belanda tampil di final Piala Dunia 201 melawan Spanyol, Minggu (11/7).
Lelaki berusia 46 tahun ini memang telah menempuh perjalanan yang sangat panjang dalam kariernya di sepakbola sejak ia direkrut Go Ahead Eagles di usia 12 tahun.
Sebagai pemain, karier Van Marwijk kurang menonjol. Ia dikenal sebagai pemain dengan kaki kiri yang brilian, tapi juga punya reputasi bermulut besar, egosi dan bersikap jelek.
Ia kemudian bergabung dengan AZ Alkmaar pada 1975 dengan nilai transfer 150 ribu pounds. Tapi, empat tahun kemudian ia hengkang setelah berselisih mengenai kontrak.
Van Marwijk pindah ke klub kecil MVV sebelum bergabung dengan Fortuna Sittard dan klub Belgia FC Assent di mana ia pensiun pada 1988.
Kariernya baru meningkat sejak ia berubah profesi menjadi pelatih. Di Fortuna Sittard, ia membentuk sebuah tim muda yang berisikan bakat-bakat menjanjikan seperti Kevin Hofland, Wilfred Bouma dan Mark van Bommel.
Ketiga pemain itu akhirnya jadi bintang dan Fortuna finis di 7 Besar Eredivisie dan mencapai final Piala Belanda 1999 sebelum dikalahkan Ajax Amsterdam.
Prestasi itu membawanya ke Feyenoord pada 2000 dan dua tahun kemudian klub itu diantar Van Marwijk merebut Piala UEFA dengan mengalahkan klub Jerman Borussia Dortmund yang kemudian merekrutnya.
Setelah Marco van Basten gagal membawa Belanda menjuarai Euro 2008, Van Marwijk terpilih sebagai penggantinya. Saat itu ia mengatakan target satu-satunya adalah merebut Piala Dunia dan kini ia hampir mencapainya.
THE SUN | A. RIJAL