Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Piala Dunia 1966: Kisah Pemain Korea Utara Dipenjara di Gulag

Reporter

Editor

Nurdin Saleh

image-gnews
Pertandingan Korea Utara vs Portugal di Piala Dunia 2966. (fifa.com)
Pertandingan Korea Utara vs Portugal di Piala Dunia 2966. (fifa.com)
Iklan

TEMPO.CO, Jakarta - Apa parameter kesuksesan di Piala Dunia? Bagi kebanyakan negara Asia atau Afrika, lolos dari babak penyisihan grup mungkin sudah dianggap hebat. 

Tapi, para pemain Korea Utara pernah menorehkan hasil seperti itu pada Piala Dunia 1966 dan kemudian mengalami nasib mengenaskan. Mereka mendapat hukuman sangat berat setelah kalah di perempat final.

Kisah soal kiprah Korea Utara ini kembali mengemuka ketika para atlet negara itu tampil di Olimpiade musim dingin yang tengah berlangsung di Korea Selatan, pekan ini. Mereka belum bisa mendapat medali sehingga media-media berspekulasi bahwa para atlet itu bisa mendapat hukuman berat saat kembali ke negaranya.

Dugaan seperti itu bukannya tanpa dasar. Nasib pemain Piala Dunia 1966, yang digelar di Inggris, dianggap bisa jadi patokan. Mereka disekap kamp tawanan politik terkenal, Gulag, dan kisahnya dituangkan Kang Chol-hwan, seorang pembelot asal Korea Utara, dalam bukunya "The Aquariums of Pyongyang".

Para pemain Korea Utara saat itu tampil tak terlalu mengecewakan di babak awal. Setelah dikalahkan Uni Soviet (3-0), mereka menahan Cile (1-1) dan kemudian menekuk Italia (1-0). Mereka pun lolos ke perempat final.

Sayang di babak 16 besar itu mereka ditaklukkan Portugal 3-5. Begitu pulang, seluruh pemain langsung dikirim ke Yodok Gulag – dikenal juga sebagai Labour Penal Colony Number 15 – yang biasa dipakai menyekap para tawanan politik. Tempat itu juga dikenal sebagai kamp kerja paksa.

Di sana para pemain benar-benar diperlakukan bak pesakitan. Apakah semua itu hanya karena mereka kalah? Rupanya bukan. Penguasa Korea Utara saat itu, Kim Il Sung, menganggap tingkah mereka mendatangkan aib bagi negaranya. Para pemain dianggap tak disiplin dan melawan norma yang ditetapkan sejak awal.

Dua hari sebelum berlaga melawan Portugal, para pemain Korea ketahuan pergi minum-minum di bar di Liverpool. Mereka bahkan ditemani para gadis. Di lapangan, jejak ketidakdisiplinan itu terlihat. Dalam waktu 30 menit, mereka seperti kehabisan bensin. Penguasa Korea Utara berang dan menganggap mental para pemain telah dikorupsi oleh paham imperialis barat.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Karena itulah mereka langsung dikirim ke Gulag. Hanya Park Douik, yang tak ikut berpesta karena sakit perut, yang selamat dari hukuman.

Dalam bukunya, Kang Chol-hwan berkisah tentang siksaan yang dialami Park Seung-zin. Salah seorang pemain ini mendapat hukuman tambahan karena ketahuan mencuri dan membantah penjaga setelah beberapa saat menjalani hukumannya.

Park lantas diisolasi selama beberapa minggu dalam ruangan sempit yang disebut "Kotak Keringat", yang sempit, tak pernah dibuka, dan tak memiliki penerangan. Ia juga tak diberi makan, sehingga harus memakan kecoa untuk bertahan hidup.

Kang mengklaim bertemu Park di Gulag pada 1977, saat itu ia ditahan dengan tuduhan berkhianat. Park masih ada di kamp tersebut saat Kang dibebaskan pada 1987.

Namun, kebenaran isi buku itu tak sepenuhnya diterima semua pihak. BBC dalam program dokumenter "The Game of Their Lives", yang disiarkan pada 1999, mengklaim bahwa mereka menemukan tujuh mantan pemain Piala Dunia sama sekali tak menderita. Mereka hidup senang dan menjalani hidup yang normal. Mereka bahkan sempat dianugerahi banyak hadiah.

Versi mana yang benar? Mungkin dunia masih harus menunggu lama untuk mengetahuinya, mengingat keterbukaan informasi bukanlah hal lumrah di Korea Utara.

DAILY STAR | MIRROR

Iklan

Berita Selanjutnya



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


Legenda Sepak Bola Jerman dan Klub Eintracht Frankfurt, Bernd Holzenbein Meninggal di Usia 78 Tahun

2 hari lalu

Legenda sepak bola Jerman, Bernd Holzenbein. FIFA
Legenda Sepak Bola Jerman dan Klub Eintracht Frankfurt, Bernd Holzenbein Meninggal di Usia 78 Tahun

Bernd Holzenbein menjadi bagian dari generasi emas sepak bola Jerman yang menjadi juara Piala Dunia 1974.


Dipertahankan Bayer Leverkusen, Simak Profil Granit Xhaka

3 hari lalu

Pemain Bayer Leverkusen Granit Xhaka berselebrasi. REUTERS/Kai Pfaffenbach
Dipertahankan Bayer Leverkusen, Simak Profil Granit Xhaka

Direktur olahraga Bayer Leverkusen Simon Rolfes memastikan Florian Wirtz dan Granit Xhaka akan bertahan di klub itu


Beri Sinyal Kembali Latih Timnas Vietnam, Ini Profil Park Hang-seo

22 hari lalu

Park Hang-seo juga pernah membawa timnas Vietnam meraih medali emas pada ajang SEA Games 2020. Pada laga final, Vietnam berhasil mengalahkan Indonesia dengan skor 3-0. ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay
Beri Sinyal Kembali Latih Timnas Vietnam, Ini Profil Park Hang-seo

Park Hang-seo beri sinyal akan kembali latih timnas Vietnam, setelah digilas timnas Indonesia di penyisihan Piala Dunia lalu.


Arab Saudi Ajukan Diri sebagai Calon Tuan Rumah Piala Dunia 2034, Usung Tema Growing Together

44 hari lalu

Pemain Timnas Arab Saudi, Ali Al-Bulayhi. REUTERS/Ibraheem Al Omari
Arab Saudi Ajukan Diri sebagai Calon Tuan Rumah Piala Dunia 2034, Usung Tema Growing Together

Jika resmi menjadi tuan rumah Piala Dunia 2034, Arab Saudi mengusung slogan Growing Together.


Arab Saudi Luncurkan Tawaran Menjadi Tuan Rumah Piala Dunia 2034

48 hari lalu

Trofi Piala Dunia 2030. Twitter @FIFA.
Arab Saudi Luncurkan Tawaran Menjadi Tuan Rumah Piala Dunia 2034

Arab Saudi meluncurkan kampanyenya untuk menjadi tuan rumah Piala Dunia 2034 pada hari Jumat, 1 Maret 2024. Sudah punya slogan baru.


Pahlawan Timnas Jerman saat Juara Piala Dunia 1990, Andreas Brehme Tutup Usia 63 Tahun

58 hari lalu

Andreas Brehme. REUTERS/Ina Fassbender
Pahlawan Timnas Jerman saat Juara Piala Dunia 1990, Andreas Brehme Tutup Usia 63 Tahun

Andreas Brehme mencetak gol kemenangan lewat tendangan penalti saat timnas Jerman mengalahkan Argentina di final Piala Dunia 1990.


Pahlawan Timnas Jerman di Piala Dunia 1990, Andreas Brehme, Berpulang

58 hari lalu

Andreas Brehme pada 1 April 2019. (ANTARA/AFP)
Pahlawan Timnas Jerman di Piala Dunia 1990, Andreas Brehme, Berpulang

Pahlawan Timnas Jerman di Piala Dunia 1990, Andreas Brehme, tutup usia pada Selasa dinihari, 20 Februari 2024.


FIFA: Piala Dunia 2026 Digelar di 16 Kota, Babak Final di New York

5 Februari 2024

Presiden Gianni Infantino. REUTERS
FIFA: Piala Dunia 2026 Digelar di 16 Kota, Babak Final di New York

Pertandingan final Piala Dunia 2026 akan diselenggarakan di Stadion MetLife di New York, New Jersey, demikian diumumkan FIFA.


Lionel Scaloni Tetap Jadi Pelatih Timnas Argentina hingga Copa America 2024

25 Januari 2024

Pelatih Argentina Lionel Scaloni. REUTERS
Lionel Scaloni Tetap Jadi Pelatih Timnas Argentina hingga Copa America 2024

Lionel Scaloni telah mencapai kesepakatan dengan Asosiasi Sepak Bola Argentina untuk tetap memimpin timnas Argentina.


Bukan Hanya Franz Beckenbauer, Ini Deretan Pemain Sepak Bola Jerman Terbesar Sepanjang Massa.

11 Januari 2024

Mantan pemain Jerman, Franz Beckenbauer, juga berhasil mengangkat trofi Piala Dunia pada 1974 setelah mengalahkan Belanda pada laga final. Franz Beckenbauer juga berhasil mejuarai Piala Dunia saat menjadi pelatih ketika membawa Jerman merebut Piala Dunia 1990 di Italia. AP
Bukan Hanya Franz Beckenbauer, Ini Deretan Pemain Sepak Bola Jerman Terbesar Sepanjang Massa.

Deretan Pemain Sepak Bola Jerman,tak kalah legendaris dari Franz Beckenbauer