TEMPO.CO, Jakarta - Luka Modric adalah pejuang gigih di lapangan. Ia telah merasakan begitu banyak drama di lapangan yang melukai hatinya sampai ikut membawa Kroasia menembus semifinal Piala Dunia 2018.
Baca: Hasil Piala Dunia 2018: Kroasia Hadapi Inggris di Semifinal
“Kami bermain 120 menit dua kali dalam enam hari dan tentu saja itu melelahkan,” kata Modric setelah Kroasia mengalahkan tuan rumah Rusia 4-3 dalam adu penalti di Stadion Fisht, Sochi, Minggu dinihari tadi, 8 Juli. Pada pertandingan normal sampai perpanjangan waktu skor 2-2.
Baca: Piala Dunia 2018: Hasil Perempat Final dan Jadwal Semifinal
“Tapi, terima kasih Tuhan, kami telah menunjukkan karakter. Kami sudah berlari banyak. Saya sepakat kami seharusnya menuntaskan pertandingan ini lebih awal. Kami seharusnya bisa mempertahankan fokus setelah unggul dalam perpanjangan waktu,” Modric melanjutkan.
Baca: Semifinal Piala Dunia 2018: Ini Head to Head Inggris Vs Kroasia
Minggu pekan lalu, Modric dan kawan-kawan juga harus bermain sampai adu penalti untuk mengalahkan Denmark pada 16 besar.
Inilah puncak dari perjuangan panjang Modric di tim nasional sejak 2006. Di Stadion Ernst Happel, Wina, Austria, pada perempat final Euro 2008, saya ikut menyaksikan perjuangan Modric dan kawan-kawan di bawah asuhan pelatih yang flamboyan, Slaven Bilic. Mereka juga harus bertarung sampai perpanjangan waktu melawan Turki.
Modric mengirim umpan matang kepada Ivan Klasnic untuk mencetak gol dalam perpanjangan waktu. Tapi, keunggulan Kroasia kemudian digagalkan oleh gol pemain Turki, Semith Senturk, sehingga pemenang harus ditentukan melalui adu penalti.
Kejadian ini hampir sama dengan apa yang terjadi di Sochi dinihari tadi, ketika Kroasia sudah memimpin 2-1 dalam perpanjangan waktu dan kemudian Rusia berhasil menyamakan kedudukan 2-2.
Bedanya, kali ini Kroasia yang menang 4-3. Adapun sepuluh tahun lalu di Wina, Kroasia harus kalah 1-3 dari Turki.
Pada Euro berikutnya di Polandia-Ukraina 2012, saya kembali menyaksikannya dan bahkan sempat bersua sebentar dengannya di ruangan mixed zone stadion di Poznan, Polandia. Saat itu, sejumlah wartawan ramai-ramai menanyakan tentang masa depannya di Tottenham Hotspur, pemasok terbesar pemain tim Inggris yang akan dihadapinya pada semifinal Piala Dunia 2018 ini.
Di Euro 2012, Modric, masih bersama Bilic, harus mengalami drama menyakitkan lainnya ketika mereka harus tersingkir pada fase grup. Pada Piala Dunia 2014, ia dan rekannya juga mengalami nasib yang sama, yaitu mereka tersingkir pada fase grup setelah kalah melawan Brasil dan Meksiko.
Modric, pejuang dari lini tengah dengan pergerakan dan tendangan yang memukau itu, kini telah sampai pada pintu kesuksesan dari jalan panjang dan jatuh-bangunnya di Euro serta di Piala Dunia.
Mobilitas kariernya dari Dinamo Zagreb, Zrinjkski, Inter Zapresic, Tottenham Hotspur, dan kini Real Madrid turut memperkaya “persenjataannya” untuk menjejaki sukses seniornya, Slaven Bilic, Davor Suker, dan kawan-kawan menembus semifinal Piala Dunia 1998.
Keliatan Modric sudah tidak diragukan lagi dengan jalan panjang yang sudah ditempuhnya itu. Ia bermain dengan penuh energi dan kreativitas tinggi untuk menopang pergerakan pada tubuh setinggi 1,72 meter ini.
“Kami memperkirakan menjalani pertandingan yang sangat sulit, ketat, dan menuntut konsentrasi tinggi melawan Inggris. Tapi, setiap pertandingan Piala Dunia memang begitu,” kata Modric.
“Kami akan menikmatinya dan bersiap melawan mereka, mengantisipasi kehebatan tendangan bola-bola mati mereka. Kami akan memperbaiki hal itu, sebab kami juga kebobolan dari bola mati (tendangan Rusia yang menyamakan kedudukan 2-2 di perpanjangan waktu),” Modric melanjutkan.
Kini yang mendampingi Modric di tepi lapangan sebagai pelatih bukan Bilic lagi, tapi Zlatko Dalic, yang menangis ketika timnya akhir menyamai prestasi Bilic cs pada semifinal Piala Dunia 1998 di Prancis.
Baca: Piala Dunia 2018: Kroasia Singkirkan Rusia Lewat Adu Penalti
“Itu bukan pertandingan yang indah,” kata Dalic. “Itu adalah pertarungan, sebuah perang. Kami beruntung, terima kasih Tuhan. Setelah (Ivan) Rakitic mencetak gol kemenangan penalti, saya merasa sangat lega. Saya jarang menangis tapi sekarang saya merasa pantas melakukannya karena kami menembus semifinal Piala Dunia lagi,” Dalic menambahkan.
GUARDIAN | ESPN