TEMPO.CO, Santos - Saat hendak pergi ke Santos untuk mengunjungi Museum Pele, yang dibuka beberapa hari saja setelah pembukaan Piala Dunia, kami akhirnya bersepakat pergi dengan mengendarai mobil. Sebenarnya jarak Rio de Janeiro-Santos tidak dekat, yakni hampir 600 kilometer.
Namun Marcio dan Marco, teman sekantor yang sudah seperti saudara, bersemangat. Meski tidak terlalu paham jalan menuju kota itu, mereka tetap yakin bisa sampai sana. Satu hal yang diandalkan adalah global positioning system (GPS).
Akhirnya, pagi-pagi sekali kami pun berangkat. Kebetulan hari itu, di sini, merupakan hari libur nasional. Sesuai dengan keyakinan mereka, GPS menjadi pegangan. Awalnya mereka selalu satu hati. Namun lama-lama mulai muncul bibit-bibit pertentangan.
Marcio dan Marco, meski berbeda warna kulit, tak berbeda dengan si kembar Thompson dan Thomson. Di sepanjang jalan, mereka berdiskusi panjang mengenai petunjuk yang ditampilkan dalam GPS. Kadang setuju, kadang bertengkar.
Setelah menempuh perjalanan selama lebih dari 10 jam, kami pun tiba di tempat tujuan. Marcio dan Marco pun gembira karena petualangan mereka dengan tuntunan GPS membuahkan hasil.
Baca Juga:
Ketika pulang, mereka kembali berdebat. Tak jelas apa yang mereka ributkan. Namun kini mereka sepertinya meninggalkan GPS yang menjadi andalan mereka. GPS tak lagi disentuh dan mereka menggunakan "GPS" lain, yakni petunjuk penduduk setempat alias bertanya kepada orang di jalan.
Setiap kali stasiun pengisian bahan bakar umum terlihat, mereka menepikan mobil. Bukan untuk mengisi bensin, melainkan bertanya tentang jalan pulang. Di luar dugaan saya, ternyata si pegawai SPBU dengan jelas dan dalam waktu yang tidak sebentar menjelaskan arah jalan yang harus ditempuh. Sesuatu yang tak pernah terbayangkan akan terjadi di negeri sendiri.
Malah, dari mereka pula didapatkan satu petunjuk penting, yakni lebih baik menumpang feri. Dengan menunggang feri, jarak memang berkurang sekitar 30 kilometer. Lebih asik lagi, ternyata kami bisa menumpang feri gratis.
"GPS" atau guide penduduk ala Brasil memang terbilang ampuh. Siapa saja yang ditanya soal alamat atau jalan serta-merta memberikan jawaban yang rinci dan lengkap. Si penanya pun tidak harus turun dari mobilnya, seperti di Jakarta, misalnya.
Hasilnya, perjalanan kami menjadi lebih cepat dibanding saat berangkat. Jarak perjalanan total ditempuh dalam waktu delapan jam, atau lebih cepat dua jam ketimbang sebelumnya. Ternyata petunjuk dari penduduk setempat jauh lebih ampuh daripada GPS. Kali ini Marcio dan Marco mengangguk setuju. Tak ada lagi pertentangan di antara mereka.
IRFAN BUDIMAN (SANTOS)