TEMPO Interaktif, Jaohannesburg -"Wah, Anda nekat sekali. Tinggal sendirian di daerah seperti ini." Saya terpaku mendengar komentar Sariat Arifia, warga Indonesia yang sudah dua tahun tinggal di Johannesburg. Ia menilai, daerah Kensington, tempat hotel saya berada, berada di daerah rawan.
Tiga hari ini saya memang seperti lupa akan status Afrika Selatan sebagai salah satu negara dengan tingkat kejahatan tertinggi di dunia. Saya tinggal di hotel kecil itu sendirian. Juga saat pergi ke sana kemari dengan taksi. Sejauh ini tak ada masalah. Tapi, jangan-jangan, hal itu semata karena saya sedang beruntung.
Perkataan Sariat seperti membangunkan saya kembali. Apalagi Rabu lalu juga baru terjadi perampokan bersenjata api terhadap rombongan wartawan Cina. Mungkin saya telah terlalu berani melangkah.
Saya tersadar ketika melihat cara Sariat menyetir saat mengantar saya menuju rumah sewa yang akan saya tempati di Bosmont, daerah yang memiliki komunitas muslim. Ia berkali-kali mengingatkan agar kunci pintu mobil diperiksa. "Kalau jalan malam, saya tak pernah berhenti menengok kiri-kanan. Kalau ada orang berlari di jalan, saya selalu waspada," kata pria jago silat itu.
Lalu kami melihat sejumlah mobil polisi berhenti di badan jalan. Sesosok tubuh tengah dibungkus dan siap diangkat ke ambulans. "Mungkin korban kecelakaan atau korban penembakan," ucap Sariat.
Di Bosmont, saya juga bertemu dengan Mustafa, yang juga mengingatkan saya agar lebih waspada bergerak di negara ini. Pria asal Turki itu bahkan menyarankan agar selalu membawa pisau untuk menjaga diri. "Di sini legal kok," katanya. Wah....
Nurdin Saleh (Johannesburg)