TEMPO Interaktif, Johannesburg - "Butuh tiket?" Pria hitam berdandan rapi menyapa saya di sebuah mal di Sandton Johannesburg, Sabtu lalu. Saat saya menolak ia tak memaksa. "Bila butuh saya ada di sana," katanya seraya menunjuk sebuah toko di lantai satu pusat belanja mewah itu.
Sapaan serupa beberapa kali saya terima di Stadion Soccer City dan Ellis Park, Johannesburg, saat datang untuk meliput pertandingan.
Seperti di Indonesia, calo tiket memang merajalela selama Piala Dunia kali ini. Mereka tak juga surut meski polisi terus mengejar mereka. Minggu lalu, misalnya, polisi sempat menangkap dua calo dari dekat loket tempat penjualan tiket di daerah Sandton. Tapi salah satunya dilepas lagi setelah diketahui ia menjual tiket yang diberikan bosnya.
Para calo itu, seperti terjadi di mana pun, terampil membaca suasana dan peluang. Meski penjualan tiket resmi masih dilakukan sebelum pertandingan, untuk pertandingan-pertandingan besar tiket itu segera ludes terjual. Saya pun bisa dengan cepat melihat suporter yang mengacungkan kertas dengan tulisan "Butuh Tiket".
FIFA telah menjual sebagian besar tiket secara online. Otoritas sepak bola dunia itu membedakan harga tiket sesuai kedekatan dengan lapangan. Untuk babak penyisihan, grup tiket ditetapkan seharga US$ 160 (kategori 1), US$ 120 (kategori 2), dan US$ 80 (kategori 3). Ada juga tiket khusus untuk warga lokal (kategori 4) yang dijual seharga 140 rand.
Para calo itu umumnya menaikkan harga US$ 50 hingga US$ 100, bergantung pada bagus tidaknya pertandingan. Beberapa calo juga sudah mulai menawarkan tiket untuk partai final. Tiket itu umumnya ditawarkan dengan harga 15-30 ribu rand (Rp 16-36 juta). Padahal harga aslinya hanya 6.300 rand (Rp 7,2 juta).
Nurdin Saleh (Johannesburg)