Budi Setyarso
Wartawan Tempo
Kelihatannya begitu sepele: menendang bola dari jarak 11 meter ke gawang selebar 7 meter, tinggi 2,5 meter, dan hanya satu pemain di depan. Kenyataannya, tendangan penalti harus dilakukan oleh pemain yang sabar sekaligus memiliki kepercayaan diri tinggi.
Banyak pemain hebat, seperti Roberto Baggio, Dennis Bergkamp, atau John Terry, seperti kehilangan tenaga di bawah tekanan. Mereka gagal melesakkan bola ke dalam gawang, sehingga membuat tim mereka ditaklukkan lawan. Adu penalti sering menjadi penghancur mimpi para unggulan atau sebaliknya, menorehkan kejayaan bagi tim-tim "anak bawang".
Mulai malam nanti, adu penalti menjadi hal yang akan banyak dibicarakan. Piala Dunia 2010 di Afrika Selatan telah memasuki babak 16 besar. Setiap pertandingan adalah hidup dan mati bagi tim yang berlaga--dan itu sebabnya harus ditentukan melalui adu penalti bila setelah 90 menit plus 2 x 15 menit skor permainan tetap imbang. Pelatih Inggris, Fabio Capello, pun telah menyiapkan adu penalti jauh-jauh hari. Ia menunjuk para "penembak jitu": Frank Lampard, Steven Gerrard, Wayne Rooney, James Milner, dan Gareth Barry.
Begitu pentingnya adu penalti, riset ilmiah terus dilakukan. Para ilmuwan sepakat, duel antara "penembak" dan kiper itu melibatkan biomekanik sekaligus psikologi. Penelitian matematis di John Moores University, Liverpool, mengajukan pendekatan "ledakkan dan berharaplah" agar pemain sukses menendang penalti.
Penalti yang sempurna, menurut penelitian terhadap pertandingan selama sepuluh tahun terakhir itu, adalah ketika bola ditendang meluncur mengarah pojok gawang--kanan maupun kiri atas--dengan kecepatan 25-29 meter per detik atau 90-104 kilometer per jam. Lebih cepat dari itu, bola akan melayang tak akurat. Sebaliknya, lebih lambat dari kecepatan itu, bola akan mudah dihalau kiper.
Bagi penendang, bergegas kurang dari tiga detik setelah peluit wasit ditiup memberikan elemen kejutan. Sementara itu, menunda gerakan lebih dari 13 detik setelah peluit ditiup membuat kiper gelisah. Menunggu kiper bergerak lebih dulu juga memperbesar peluang keberhasilan--tapi menunda lebih dari 0,41 detik justru berakibat sebaliknya. Untuk ancang-ancang, peneliti menyimpulkan, penendang disarankan mengambil 4-6 langkah. Yang penting, penendang tidak boleh mengambil ancang-ancang lebih dari 10 meter.
Dari sisi psikologi, menurut penelitian terhadap sejumlah klub elite Eropa, penendang diuntungkan ketimbang kiper. Tapi penelitian lain menyimpulkan bahwa kiper justru lebih merasa tenang. Alasannya, kiper tak pernah akan disalahkan jika gagal menahan tendangan, tapi akan dianggap sebagai pahlawan jika mampu melakukannya. Sebaliknya, beban berat disandang penendang, karena ia akan disalahkan jika gagal melesakkan gol.
Para peneliti University of Exeter, barat daya Inggris, mengamati gerakan mata untuk melihat lebih jauh gerakan para penendang. Pemain sepak bola universitas itu diminta mengenakan kacamata khusus yang merekam gerakan mata dan melakukan dua seri penalti. Hasilnya, penendang yang paling berhasil merupakan pemain paling jago "berbohong": mereka mengarahkan mata ke tengah gawang, sementara menendang bola ke arah lain.
Penelitian lain dilakukan untuk membantu para kiper. Para ahli menyarankan kiper mengamati gerakan penendang pada langkah terakhir ancang-ancang. Peneliti di University of Hong Kong mengatakan, jika kiper bergerak ke kiri-kanan sepanjang 6-10 sentimeter dari tengah gawang, hal itu membuat penendang merasa lebih sempit. Gerakan ini juga membuat penendang merasa diintimidasi.
Bahkan warna kaus kiper juga bisa menjadi penentu. Petr Cech, kiper tim nasional Cek dan klub Chelsea, lebih suka mengenakan kaus oranye bergaris. Peneliti menyatakan, model kaus itu membuat penendang cenderung mengarahkan bola ke arah kiper--dan tentu saja gampang ditangkap.
Psikolog dari University of Chichester, Inggris, meminta 40 pemain belasan kali menendang bola melawan satu kiper yang berganti-ganti kaus. Ketika kiper mengenakan kaus merah, hanya 54 persen tendangan berhasil. Untuk warna kuning 69 persen, biru 72 persen, dan hijau 75 persen. Mereka menyimpulkan, warna merah berasosiasi dengan "bahaya, dominasi, atau kemarahan". Walhasil, warna ini menarik perhatian penendang dan mengurangi konsentrasinya.
Sayang sekali, Iker Casillas, kiper Spanyol, jagoan saya, belum mengenakan kostum warna merah ketika tampil.