Menjelang Piala Dunia, banyak pengamat menyebut Maradona pelatih yang naif dalam urusan taktik. Tapi para pengamat kemungkinan itu terpaksa menelan kembali kritik mereka jika Argentina meneruskan aksi impresif di Afrika Selatan dan memenangi Piala Dunia untuk ketiga kalinya.
Argentina telah memenangi keempat laga di Afrika Selatan dengan mencetak 10 gol. Produktivitas Lionel Messi dan kawan-kawan mungkin lebih tinggi lagi jika bukan karena beberapa aksi penyelamatan gemilang yang dilakukan kiper-kiper lawan.
Maradona sendiri mengatakan memilih menjadi pemain dengan semangat bebas. Sebagai konsekuensinya, ia tak pernah mau mendikte Messi, bintang Argentina saat ini, tentang apa yang harus dilakukannya di lapangan.
"Saya pernah bilang kepada Messi bahwa tak seorang pun pernah mengatakan di mana saya harus bermain. Jadi saya juga tak seharusnya mengatakan kepada Messi di mana ia harus bermain," kata Maradona.
"Semuanya terserah dia untuk memutuskan di mana ia bermain. Ia sudah dewasa. Saya pernah melakukannya (bermain bebas) pada zaman saya dan, kini giliran dia."
Sebagai pelatih, Maradona, yang disebut-sebut sebagai pemain terbaik sepanjang masa, selalu memeluk dan mencium para pemainnya menjelang setiap pertandingan di Afrika Selatan. Keunikan Maradona lainnya adalah keputusannya memboyong pemain veteran berusia 36 tahun, Martin Palermo, sebagai striker kelima.
Banyak yang menyebut keputusan itu diambil lantaran keyakinan Maradona bahwa penyerang Boca Juniors tersebut merupakan jimat keberuntungannya terutama sejak ia mencetak gol pada menit terakhir ke gawang Peru, yang memastikan Argentina lolos ke Afrika Selatan.
Maradona juga memutuskan untuk memasukkan Palermo pada laga terakhir saat Argentina kesulitan menembus gawang Yunani. Padahal asistennya mengusulkan untuk memasukkan Gonzalo Higuain, yang mencetak hat trick saat melawan Korea Selatan pada laga sebelumnya. Tapi keputusan Maradona terbukti tepat karena kemudian Palermo mencetak gol yang memastikan kemenangan 2-0 buat Argentina.
Lantas, apa yang dikatakan Maradona kepada Palermo saat memasukkan pemain itu ke lapangan? "Saya bilang, turun ke sana dan selesaikan pertandingan ini buat saya." Kata-kata itu jauh berbeda dengan kebiasaan banyak pelatih yang selalu menjelaskan sejumlah taktik dan posisi yang harus dimainkan seorang pemain saat akan memasukkannya ke lapangan.
Gaya Maradona sama sekali berbeda dengan ketelitian Carlos Bilardo, pelatih yang membawa Argentina merebut Piala Dunia 1986, atau visi romantis Cesar Menotti, pelatih yang mempersembahkan trofi yang sama buat negara itu delapan tahun sebelumnya.
Saat Maradona baru diangkat menjadi pelatih tim Argentina, Bilardo sempat mendampinginya untuk membantu dalam urusan taktik. Tapi keduanya kemudian berpisah. Kabarnya, perpisahan itu disebabkan oleh keengganan Maradona mengikuti nasihat-nasihat Bilardo.
Apakah Maradona bisa kembali berbuah kemenangan saat Argentina menghadapi Jerman yang sangat mengandalkan taktik dalam duel perempat final akhir pekan ini? Jawabannya bisa dilihat kemudian.
Maradona bahkan belum memikirkan duel melawan Jerman itu. Saat ditanya wartawan seusai kemenangan 3-1 atas Meksiko tentang taktik yang akan diterapkannya melawan Jerman, Maradona menjawab ketus: "Biarkan kami menikmati kemenangan ini. Kenapa memikirkan Jerman? Bagaimana kalau kamu saja yang menulis susunan pemain yang kamu mau."
AP | A. RIJAL | PRASETYO