TEMPO.CO - Para “pejuang” Cile tentu masih ingat kisah perlawanan suku Indian Araucanian. Lebih dari 100 tahun nenek moyang bangsa Cile tersebut berjuang membebaskan tanah mereka dari penjajahan Spanyol. Mereka juga tak sudi menjadi buruh bagi bangsa penjajah yang berburu emas. Namun negeri di pesisir barat Amerika Latin ini tak kuasa melawan Spanyol. Spanyol menguasai Cile selama lebih dari 270 tahun sebelum negeri ini merdeka penuh pada 1818.
Kini, hampir dua abad kemudian, Spanyol kembali ke daratan Amerika Selatan. Spanyol datang dengan amarah luar biasa. Pada pertandingan pertama putaran Grup B Piala Dunia 2014 di Brasil, Spanyol dihajar Belanda 1-5. Datang dengan status juara bertahan, kekalahan besar ini sungguh memalukan. Pada perhelatan yang sama empat tahun lalu, tim berjuluk La Furia Roja ini hanya kemasukan dua gol sepanjang turnamen. Kekalahan ini juga yang terbesar sejak 1963.
Cile-lah yang bakal menampung amarah Spanyol dalam pertandingan hidup dan mati, besok dinihari, di Stadion Maracana, Rio de Janeiro. Bagi kedua kesebelasan, pertandingan itu merupakan tiket menuju perdelapan final. Jika menang, Cile pasti melenggang, tak peduli atas hasil pertandingan terakhir fase grup. Sebelum ini, tim berjuluk La Roja (merah) ini membungkam salah satu wakil Asia, Australia, dengan skor 3-1.
Namun Spanyol jelas berbeda dengan Australia. “Kami harus berhati-hati atas reaksi Spanyol. Mereka menginginkan kemenangan (setelah kekalahan itu),” kata bek Cile, Gonzalo Jara, kepada FIFA.com. Hasil seri memang tak cukup bagi Cile karena pada pertandingan terakhir mereka harus berhadapan dengan Belanda, sedangkan Spanyol melawan Australia, tim terlemah di grup ini. Di atas kertas, lebih mudah Spanyol menghajar Australia ketimbang Cile menumbangkan Belanda.
Sayangnya, rekor Cile melawan Spanyol sangatlah buruk. Dalam 10 kali pertemuan di antara kedua kesebelasan—dua di antaranya di Piala Dunia—Spanyol memenangi delapan pertandingan dan dua lainnya seri. Sebanyak 25 gol bersarang ke gawang Cile. Peringkat kedua kesebelasan juga lumayan jauh. Spanyol pada peringkat pertama, sedangkan Cile pada posisi ke-14, meski peringkat tak selalu menentukan kalah-menang dalam sebuah pertandingan.
Meski demikian, kali ini Cile punya modal jauh lebih baik ketimbang Spanyol. Kemenangan atas Australia jelas akan mengangkat semangat Cile. Selain itu, Cile punya Arturo Vidal, pemain gelandang andalan juara Italia, Juventus, dan Alexis Sanches, penyerang Barcelona. Bermain di benua tumpah darah bisa jadi akan membuat semangat Araucanian mendorong Cile untuk mendepak sang juara bertahan menjadi lebih cepat.
Bagi Spanyol, kekalahan dari Belanda memang tak otomatis menutup peluang mereka. Pada 2010, Spanyol juga kalah pada pertandingan pertama dari Swiss. Setelah itu, mereka bangkit dan menjadi juara. Kala itu, Spanyol memang sedang berada di puncak dunia. Sebelum datang ke Afrika Selatan, Spanyol menjuarai Piala Eropa pada 2008. Generasi emas yang dipimpin kiper Iker Casillas ini juga mampu mempertahankan Piala Eropa pada 2012.
Pelatih Spanyol Vicente del Bosque meyakini semua anggota timnya bakal mampu membalikkan keadaan. Menurutnya, memenangi dua pertandingan sisa tak akan mudah, tapi masih dalam jangkauan. Kekalahan dari Belanda, ia menambahkan, telah melecut semangat mereka lebih tinggi. “Kami berusaha menghilangkan kesedihan dan kami akan bertanding dengan penuh kegembiraan,” katanya kepada televisi Spanyol, Cuatro.
Di atas kertas, Spanyol akan lebih mudah melaju ke babak berikutnya. Rekornya atas Cile dan peluang menang atas Australia bisa menjadi pemicu semangat Spanyol. Perang Spanyol sesungguhnya bukan melawan kedua negara itu. Masalah terbesar para pemain tim Merah Penuh Semangat ini justru adalah bagaimana mereka mengalahkan diri sendiri.
Sejak 2008, Spanyol seperti tinggal di negeri di atas awan. Tim yang terkenal dengan tiki-taka ini merupakan satu-satunya kesebelasan yang memenangi Piala Eropa dua kali berturu-turut dan satu-satunya tim Eropa yang menjadi juara Eropa dan juara dunia tiga kali berurutan. Namun nyaris tak ada wajah baru dalam tim yang sekarang. Bisa jadi mereka sudah kehilangan motivasi untuk menang. Kondisi ini sangat berbahaya mengingat Cile sedang berada di puncak semangat.
M. Taufiqurohman (Wartawan Tempo)