TEMPO.CO, Rio de Janeiro - Menjelang pertandingan kedua Brasil, yang melawan Meksiko, remaja tanggung itu malah asyik mencuci mototaxi alias ojek yang menjadi pelanggannya. Akibatnya, beberapa orang pun meneriakinya. “Woi, Brasil mau main, nih,” kata seseorang.
Dengan berteriak juga, dia menjawab, “Biar. Aku enggak peduli.” Dia pun meneruskan pekerjaannya. Orang-orang menertawainya. Remaja tanggung itu memang aneh. Hanya dia satu-satunya yang kehabisan minat untuk menonton pertandingan sepak bola.
Kali ini, Tempo memilih menonton di kawasan Tenente Jardim, Niteroi—yang terletak sekitar 20 kilometer dari pusat Kota Rio de Janeiro. Tempo ingin merasakan sensasi nonton bersama penduduk di sana.
Ternyata tetap seru. Tepat di pinggir jalan, sebuah televisi ukuran besar dipindahkan dari rumah seorang warga. Untuk menghadirkan suasana di stadion, audio dari televisi itu dihubungkan dengan speaker aktif. Suara penonton di stadion itu terdengar menggelegar.
Beragam makanan pun hilir-mudik. Dari yang enteng seperti makanan kering hingga ikan goreng datang bergantian. Sedangkan di seberang sana, sebuah rumah yang juga menggelar acara nonton bareng dimeriahkan oleh acara bakar daging.
Penontonnya tak kalah seru. Warga di sana, yang lelaki atau pun yang perempuan, kompak dalam dua warna: hijau-kuning. Beberapa di antaranya mengenakan topi plastik dan membawa trompet.
Namun trompet itu urung ditiup. Dalam babak pertama, mereka masih bersabar. Harapannya, permainan akan berubah di babak kedua. Ternyata sama saja. Kali ini pun semua orang yang menonton berubah bak komentator. Beragam kata pun meluncur. Termasuk umpatan kepada pemain dan kiper lawan, yakni Guillermo Ochoa, yang bermain gemilang.
Dibandingkan dengan pertandingan sebelumnya, kali ini Brasil bermain tumpul. Beragam peluang yang mereka buat tak membuat skor pertandingan sejak awal. Melawan Meksiko, mereka hanya bermain imbang tanpa gol.
Sebenarnya Brasil tidak kalah. Namun warga di sana berharap timnas kesayangannya, yang dijuluki Selecao, bisa menang lagi. Kekecewaan terbit di setiap wajah warga pada sore itu. Tak ada tarian samba malam itu. Musik pun urung diputar.
Seperti di-copy-paste, keadaan serupa juga terjadi di mana-mana. Di berbagai tempat nonton bareng pun sama saja. Termasuk di Arena Castelao Fortaleza, tempat pertandingan itu berlangsung. Meski terus memberi semangat yang bertubi-tubi, mereka akhirnya harus menerima kenyataan, kali ini Selecao tak bergigi.
Tak ada yang menangis, memang. Mereka sepakat dengan yang diucapkan Felipe Scolari setelah pertandingan. “Meksiko bermain dengan bagus. Berbeda dengan tim kami,” katanya.
Mereka pun memilih untuk pulang cepat ke rumah dengan membawa kekecewaan karena para pemainnya gagal mencetak gol.
Semua kecewa, memang. Kecuali, barangkali, si remaja tanggung yang sore sebelumnya memilih untuk mencuci ojek ketimbang ikut beramai-ramai menonton pertandingan itu.
IRFAN BUDIMAN (RIO DE JANEIRO)