TEMPO.CO - Babak 16 besar Piala Dunia 2014 sudah berakhir. Delapan laga diselesaikan dengan perjuangan maksimal semua tim. Ada yang meraih hasil manis, tapi ada pula yang sebaliknya, pahit.
Tak kurang mencekam, banyak drama tercipta di lapangan ketika pilihan tinggal dua, yaitu menang atau pulang. Tak mengherankan bila semua tim akan tetap berupaya memenangkan pertandingan hingga detik-detik terakhir pertandingan.
Dalam laga pertama 16 besar, Brasil vs Cile, dunia langsung disuguhi pemandangan-pemandangan dramatis di lapangan. Brasil, tuan rumah yang mewah dari segi materi pemain, plus dukungan 60 ribu lebih suporter di Stadion Belo Horizonte, sampai harus membutuhkan adu penalti untuk menyingkirkan Cile.
Gaya Cile yang militan, tanpa rasa takut, dan punya fighting spirit yang tak pernah kendur, benar-benar membuat Brasil kelabakan. Andai saja keberuntungan sedikit lebih memihak Cile, ketika bola tendangan Mauricio Pinila tak membentur mistar gawang di pengujung babak kedua extra time, tragedi Maracanazo jilid II pasti terulang.
Laga Belanda vs Meksiko tak kalah dramatis. Tertinggal sampai menit ke-88, Belanda tanpa kenal kata menyerah dan dengan sabar terus berusaha. Usaha keras mereka berbuah manis ketika tendangan geledek Wesley Sneijder dan eksekusi penalti Klaas-Jan Huntelaar membalikkan keadaan.
Meksiko pantas menyesal lantaran sikap jumawa dan keputusan mengendurkan permainan mereka ketika sudah unggul menjadi bumerang. Seharusnya mereka sadar, dalam sepak bola, apa pun bisa terjadi sepanjang peluit panjang belum berbunyi.
Satu lagi pertandingan babak 16 besar yang pantas jadi catatan adalah Argentina vs Swiss. Barisan pemain kelas dunia Argentina ternyata tak mudah mematahkan perlawanan Swiss. Butuh daya magis seorang Lionel Messi dua menit menjelang 120 menit laga berakhir untuk memastikan kemenangan Argentina. Assist Messi kepada Angel di Maria membuat perbedaan dalam pertandingan yang menegangkan itu.
Respek juga pantas dialamatkan kepada Aljazair, yang tak ciut nyali ketika berhadapan dengan tim sekaliber Jerman. Tim yang berisi pemain kelas dua itu mampu memaksa Jerman menjalani babak perpanjangan waktu. Hanya karena kematangan Jermanlah Aljazair harus menyerah pada akhirnya.
Tak kalah menegangkan, duel Belgia vs Amerika Serikat. Skuad Belgia yang ibaratnya "mesin perang" modern dan canggih nyaris dibuat frustrasi oleh ketatnya lini pertahanan tim Amerika Serikat yang bermodalkan pemain yang ibaratnya senjata warisan Perang Dunia II. Kredit poin tersendiri untuk kiper Amerika Serikat, Tim Howard, dengan 16 kali penyelamatan yang luar biasa.
Dari delapan pertandingan babak 16 besar, dapat ditarik satu kesimpulan bahwa di lapangan sepak bola, khususnya arena Piala Dunia, kemewahan materi pemain, nama besar, dan harga mahal pemain tak selamanya menentukan sebuah hasil akhir.
Ada sisi lain sepak bola yang lebih menentukan sebuah hasil, tak lain tak bukan adalah sikap dalam pertandingan. Semangat, usaha, kerja keras, fokus, kesabaran, kekuatan mental, dan sedikit keberuntungan juga tak kalah menentukan.
Faktanya, tak ada tim yang benar-benar mudah memenangi sebuah pertandingan di babak 16 besar tanpa didukung oleh seluruh sikap tadi. Tekanan jelas akan semakin besar ketika memasuki babak perempat final, semifinal, dan final. Hanya tim yang benar-benar matang dari segi teknis dan mental yang akan mengangkat piala di Maracana, 13 Juli mendatang.
NILMAIZAR (Mantan pelatih timnas Indonesia, sekarang pelatih Putra Samarinda FC)