Tak ada yang aneh dalam hal itu -sekelompok pria akan menyaksikan tim kesayangannya di Piala dunia. Tetapi mereka bukan cheerleaders, mereka adalah hooligans alias "barras bravas."
Sebanyak 60 orang diinapkan di Christian Progressive College dan sejauh ini bagi mereka tak ada masalah. "Kami diperlakukan seperti raja," kata salah seorang hooligan yang tak mau disebutkan namanya.
Sebaliknya, para hooligan berjanji akan berkelakuan baik dengan cara membantu mengecat sekolah dan melakukan kegiatan sosial lainnya selama mereka di kota tersebut. Mereka juga akan bersikap penuh damai.
The Associated Press mendapatkan akses mengunjungi mereka, namun beberapa orang sedikit nervous saat ditanya. "Aku minta Anda keluar dari sini!" kata salah seorang.
Ketegangan tiba-tiba menurun saat Masego, tukang masak dan penunggu sekolah muncul dengan membawa nampan berisi ayam, kentang, dan buah-buahan.
"Mereka semua baik dan berpendidikan," katanya tersenyum. "Mereka makan, nonton televisi, menari, bersenang-senang, dan hidup normal."
Bendera dari berbagai klub sepak bola Argentina nampak menutup tembok putih di ruang makan malam, di antaranya ditutup dengan bendera biru putih, bendera tim nasional Argentina. Di sana juga ada televisi raksasa namun tak dinyalakan.
Mereka diinapkan di sekolah berlantai dua hingga pembukaan Jumat (11/6) saat pembukaan Piala Dunia. Selanjutnya mereka akan menyaksikan pertandingan antara Argentina Nigeria, Sabtu (12/6). Argentina berada di Grup B bersama Yunani dan Korea Selatan, namun Tim Tango paling divaforitkan.
Senin dini hari, 10 hooligan Argentina yang akan menyaksikan Piala Dunia dideportasi ke Angola setelah ditahan di bandar udara utama Afrika Selatan.
Salah seorang di antaranya, Andres "Pillin" Bracamonte dibebaskan dari penjara karena dakwaan pembunuhan tak terbukti, dan jaksa penuntut umum serta hakim mengijinkannya melakukan perjalanan.
"Tanpa perintah hakim, warga Argentina bebas pergi dan melakukan perjalanan," kata juru bicara kepolisian federal Alejandro Farina kepada AP.
"Barras bravas" adalah sebuah kekuatan pasukan di Argentina.
Perjalanan mereka ke Afrika Selatan dalam jumlah besar mengundang kontroversi sebab dilaporkan ada kaitannya dengan pemerintah Argentina Presiden Cristina Fernandez. Masyarakat juga mempertanyakan siapa yang membayar perjalanan mereka.
Para suporter membutuhkan dana sekitar US$8,000 atau setara Rp 74 juta untuk bisa ke Afrika Selatan dari Buenos Aires, termasuk tiket pesawat, kamar, dan urusan lainnya.
Di sekolah tersebut, para hooligan membayar Rp 100 ribu per hari.
Fisher Makubela, seorang inspektur polisi setempat yang menjaga keamanan sekolah mengatakan mereka selama ini senang-senag saja. "Sejauh ini, hanya satu di antara mereka menjadi biang kerok," kata Makubela, usai menyaksikan "barras bravas" selesai sarapan.
AP | CHOIRUL