TEMPO Interaktif, Johannesburg -Hanya dua jam setelah pertandingan Piala Dunia yang digelar sore hari, sekitar pukul 20.00, suasana sekitar stadion Ellis Park dan Stadion Soccer City, Johannesburg, segera sunyi. Bahkan setelah Afrika Selatan berlaga.
Bagi saya, ini kondisi yang agak aneh. Di Jakarta, setelah tim nasional atau Persija Jakarta bermain, suporter masih tampak berkeliaran sampai malam. Kadang, bila tim dukungannya menang, pesta suporter bisa berlangsung sampai tengah malam.
Di Johannesburg rupanya berbeda. Bila malam tiba, artinya saatnya bergegas ke rumah. Berada di luar rumah, termasuk jalan, setelah matahari terbenam dianggap berisiko.
Karena itu pula, di kota ini pusat belanja dan toko-toko tutup lebih cepat tiap harinya. Di hari biasa, mereka umumnya sudah tutup pada pukul 18.30. Di hari libur bahkan mereka tutup sejam lebih cepat.
Rumah-rumah di sini pun umumnya memasang peringatan jelas di depan pintu mereka: dilengkapi dengan alarm dengan respons keamanan bersenjata. Banyak pula yang menempatkan anjing sebagai penjaga tambahan.
Ya, inilah Afrika Selatan. Negara terkaya di Benua Afrika, tapi dibebani oleh tingkat kriminalitas tinggi. Di sini orang-orang melangkah dengan bebas, tapi tak pernah kehilangan kewaspadaan. "Anda harus selalu waspada dengan punggung Anda, kapan dan di mana pun," kata Mustafa, salah seorang warga Bosmont.
Tiap kali pulang malam setelah meliput pertandingan, suasana lengang--juga udara dingin yang menusuk kulit--selalu saja menyambut. Mobil bisa bergerak cepat menuju penginapan, menembus malam Johannesburg yang dengan cepat menjadi sunyi.
Nurdin Saleh (Johannesburg)