Seluruh dunia akan menyaksikan pertarungan dua tim dengan karakter berbeda. Dua tim yang sebagian bermaterikan pemain muda bertalenta tinggi yang telah meyakini bahwa sepak bola modern adalah permainan yang mengutamakan kolektivitas dan harmonisasi.
Partai ini akan memiliki banyak makna. Untuk pertama kalinya kejuaraan ini digelar di Benua Afrika dan siapa pun yang menjadi juara akan menjadi momen sangat bersejarah bagi anggota tim maupun negara. Belanda atau Spanyol akan tercatat sebagai tim yang pernah meraih gelar juara dunia, dan ini merupakan bagian tak terpisahkan sepanjang sejarah sepak bola kedua negara.
Spanyol menatap kejuaraan ini dengan segudang optimisme yang tinggi. Hanya dengan predikat juara Eropa 2008--di final, Spanyol mengalahkan Jerman 1-0--anak-anak asuh Vicente del Bosque itu begitu percaya diri untuk tampil di final. Dan mereka sudah membuktikan setelah menyingkirkan Jerman di semifinal kemarin dinihari.
Spanyol membuka pertandingan penyisihan Grup H tidak dengan mulus. Mereka digebuk Swiss 0-1. Kekalahan ini, tentu saja, sempat menggoyahkan kepercayaan diri punggawa tim yang mayoritas berusia muda. Perlahan tapi pasti, Matador cepat beradaptasi untuk tampil dinamis, penuh determinasi tinggi, percaya diri, dan dengan manuver-manuver cepat yang menusuk.
Kondisi ini dibangun barisan penggempur, yang terdiri atas David Villa, Fernando Torres, Andres Iniesta, Xabi Alonso, dan Xavi Hernandez, yang membuat lawan-lawan mereka terjungkal. Di babak 16 besar, Spanyol memulangkan salah satu kandidat juara Portugal, di perempat final menyingkirkan Paraguay, dan di semifinal giliran Tim Panzer yang mereka singkirkan, meski dari tiga partai ini Spanyol masing-masing menang tipis 1-0.
Performa Matador makin mantap saat mendekati partai puncak dan seolah masih memiliki senjata pamungkas yang akan ditampilkan pada partai puncak melawan Oranye. Semua anggota tim sudah pasti siap menorehkan sejarah bagi sepak bola Spanyol.
Belanda, di bawah komando Bert van Marwijk, telah melakukan persiapan khusus selama dua tahun. Dia tidak lagi memainkan total football, yang menjadi trademark Oranye sejak 1974. Marwijk juga telah mengubah cara main tim menjadi condong ke machine football. Pola ini akan merubah wajah Belanda secara signifikan.
Kita tentu saja telah melihat tim ini bermain begitu indah saat menjadi salah satu favorit juara Eropa 2008 di bawah komando Marco van Basten. Saat itu Oranye bermain menyerang, atraktif, melakukan perpindahan posisi antarpemain yang cepat, dan sedikit terbuka. Sehingga mengundang decak kagum penonton.
Hal yang sama dilakukan pendahulunya saat untuk pertama kalinya Oranye tampil di final Piala Dunia 1974 di bawah arahan Rinus Michels. Kemudian terlihat pula di Piala Dunia 1978 di bawah Ernst Hapel dan 1998 di bawah komando Guus Hiddink. Namun semua itu tidak mampu menjawab keinginan masyarakat Belanda, yang sangat rindu merasakan sebagai juara dunia karena Oranye hanya mampu memberi warna dan kesan mendalam pada setiap kejuaraan yang diikuti.
Jika diperhatikan, Oranye bermain lebih lambat, kaku, kurang atraktif, dan tidak menghibur. Tapi, di sisi lain, tim ini mampu menjelma menjadi mesin penggilas setiap lawan yang dihadapi. Sejak perebutan tiket putaran final ke Afrika Selatan, uji coba, dan sepanjang Piala Dunia kali ini, Tim Oranye tak pernah kalah, meski kemenangan yang mereka raih tidak dalam jumlah gol yang besar. Brasil adalah salah satu korban Belanda.
Salah satu hal krusial yang menjadi perhatian Van Marwijk adalah bagaimana ia mengutamakan harmonisasi tim. Jika terjadi permasalahan di antara pemain atau anggota tim, Marwijk turun langsung untuk menyelesaikannya. Dia juga memastikan bahwa kolektivitas tim adalah yang paling utama dalam membangun kekuatan. Sampai saat ini, apa yang diinginkan telah membuahkan hasil positif.
FERRIL RAYMOND HATTU (PEMAIN NASIONAL 1985-1992)