TEMPO.CO, Rio de Jainero - Kali ini saya akan bercerita tentang jenggot atau rambut yang tumbuh di dagu. Ada masalahnya tentu saja. Setiap kali melihat jenggot yang bertengger di dagu saya, orang-orang di sini sontak tertawa atau paling tidak melihat dengan aneh. Semula saya tidak peduli, tapi lama-lama saya berpikir: ada yang salah dengan jenggot ini.
Selama di Brasil, saya mencatat setidaknya ada tiga orang yang geli melihat jenggot saya. Pertama, seorang pria setengah baya yang melihat jenggot saya dengan tatapan aneh. Dia lalu tertawa sambil mengelus-ngelus dagunya. Kata teman Brasil saya, "Dia berkomentar tentang jenggot Anda." Satu orang lagi bertanya langsung kenapa saya memanjangkan jenggot.
Orang ketiga adalah anak kecil yang saya temui di sebuah padaria atau toko roti ketika saya mengudap kue untuk menahan lapar. Tanpa basa-basi dia mendekati saya, lalu menunjuk jenggot saya, terbahak-bahak, lalu pergi. Melihat saya masih di sana, si anak yang sepertinya tinggal tak jauh dari tempat itu kembali dengan tingkah serupa: tertawa.
Akhirnya saya bertanya kepada teman Brasil saya. Dia menjelaskan, di Brasil, orang jarang memanjangkan jenggot. "Kalaupun ada, tidak banyak. Bahkan jarang sekali," ujarnya.
Penasaran terhadap penjelasan teman saya itu, setiap kali bepergian--entah di bus, kereta, entah di mal--saya jadi memperhatikan orang yang berjanggut. Ternyata benar, jarang sekali. Kalaupun ada, biasanya mereka membuat satu paket, yakni memanjangkan kumis dan jenggot seperti iklan obat kumis di koran-koran Jakarta.
Kalau dikait-kaitkan dengan Piala Dunia, orang berjenggot semestinya bukan hal aneh. Saat Romario cs merebut trofi Piala Dunia 1994, saat itu Alexi Lalas--pemain sepak bola Amerika Serikat--mendunia, salah satunya, karena jenggotnya yang menjuntai. Seharusnya mereka cukup akrab dengan penampilan seperti itu.
Tapi orang-orang di sini memang sangat memperhatikan penampilan. Mereka rajin bercukur kumis, jambang, dan jenggot. Semuanya mereka sikat habis. Orang dengan jenggot panjang benar-benar jarang terlihat.
Bukan hanya itu, meski suka bertelanjang dada dan mengenakan celana pendek plus kaus. Tapi tetap saja penampilan mereka rapi-jali. Mungkin itu pula sebabnya para pemain sepak bola Selecao senang berganti-ganti model rambut serta potongan jambang dan kumis. Neymar dan Dani Alves membuat potongan rambut baru dan mengecat rambutnya dengan warna pirang. Penampilan menjadi satu hal yang sangat diperhatikan.
Perihal membiarkan jenggot tumbuh panjang mungkin tidak dianggap sebagai suatu penambah apik penampilan mereka. Maklum, jenggot susah diatur bila dalam keadaan panjang. Teman Brasil saya pun selalu tampil klimis. Tiap hari dia bercukur.
Tapi saya cuek saja. Jenggot ini dibiarkan tumbuh tanpa pernah saya mau merapikannya. Biar saja orang di sini berkomentar. Termasuk orang terakhir yang bereaksi atas kehadiran saya. Dia mendekati saya dan tiba-tiba bergaya kungfu ala Bruce Lee.
Wah, kalau yang ini pasti bukan karena jenggot. Saya benar-benar gagal paham.
IRFAN BUDIMAN (RIO DE JAINERO)